Bukan Anggarannya Tapi Pengelolaannya

Sumber gambar: flickr.com 
Dulu, Saya tak percaya bahwa Indonesia akan menjadi suatu negara maju. Sejak Indonesia merdeka 72 tahun yang lalu, pembangunan fisik seperti infrastruktur menjadi prioritasnya, itupun tidak merata, hanya Jawa sebagai fokusnya. Disisi lain, pembangunan sumber daya manusia seperti di anak tiri kan. Lebih tragisnya lagi, sesudah di anak tiri kan, pendidikan mendiskriminasikan subyek didikannya. Pendidikan tidak dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Padahal, pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan mutlak dilakukan oleh setiap negara.

Pertanyaannya, kenapa sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia belum berdampak pada kemajuan negara ? Apakah dana yang digelontorkan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN kurang ? Atau, sesungguhnya masalahnya bukan pada anggarannya, melainkan pada pengelolaannya ? Marilah kita coba melihat alternatif yang kedua. Bukan anggarannya, tapi bagaimana pengelolaannya.

Anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp. 444,131 triliun, dari total Rp. 2.220 triliun pada APBN tahun 2018. Alokasi dana itu terbagi menjadi 3 bagian: 1. Anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 149,680 triliun; 2. Anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp. 279,450 triliun; dan 3. Anggaran pendidikan melalui pembiayaan sebesar Rp. 15 triliun.

Kita bisa menengok apa yang dilakukan oleh Finlandia. Disana, anggaran pendidikan yang dikucurkan kurang dari 20 persen sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Namun, sistem pendidikan yang diterapkan disana bisa membawa Finlandia menjadi negara maju. Hal tersebut diungkapkan Professor Eron August Lehtinen, guru besar pendidikan dari Universitas Turku, Finlandia, dalam wawancaranya dengan detik.com.

Finlandia merupakan negara miskin pasca perang dunia II. Tahun 1980, capaiannya masih dibawah rata-rata negara OECD (Organization for Economics Co-operation and Development-Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan). Melalui pendidikan dasar sembilan tahun dan pengembangan model pendidikan bagi guru, Finlandia mencoba untuk menata sistem pendidikannya.

Pendidikan dasar lebih ditekankan pada pembentukan karakter anak. Hal tersebut dibuktikan dengan jam pelajaran di tingkat SD hanya 3-4 jam sehari, lalu batasan umur, yakni minimal 7 tahun untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, serta memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka pengembangan kepribadian anak.

Menurut Eron, kepribadian anak ditentukan pula oleh pembelajaran yang dilakukannya. Untuk itu, kualitas guru pun diperhitungkan. Pendidikan keguruan merupakan pilihan favorit bagi generasi muda disana. Setara dengan peminat pada program kedokteran. Penghargaan kepada guru sama dengan dokter dan pengacara. Itu karena guru sangat bekerja keras mempersiapkan materi ajar dan berpikir sangat hati-hati bila ada murid yang membutuhkan intervensi dan motivasi belajar. Jadi, profesi guru adalah profesi yang mengutamakan kepakaran.

Finlandia memberikan inspirasi bagi kita agar memiliki pusat pendidikan atau EduCenter, yang fokus dalam mencetak guru-guru yang profesional, dan berkualitas. Sejauh ini, dalam memenuhi kebutuhan guru di Indonesia, hanya mengandalkan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang tersebar di beberapa kota. Namun, itupun tidak terfokus dalam hal mencetak guru-guru. Hampir di semua LPTK bercampur dengan bidang-bidang non-keguruan lainnya.

Pengembangan EduCenter tersebut merupakan model, yang dapat dicontoh oleh institusi-institusi lainya. Sehingga, melalui EduCenter tersebut, platform pendidikan bisa terarahkan dengan baik. Tidak hanya bagi pendidikan keguruan, EduCenter itupun harus dimiliki oleh bidang-bidang lain yang memang perlu untuk pengembangan pendidikan.

Pengembangan sistem pendidikan yang diterapkan Finlandia sekarang memang tidak instan. Dimulai tahun 1970-an, pengembangan model pendidikan terus dilakukan, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hasilnya pun dapat kita lihat dan masyarakatnya rasakan, bagaimana dengan pendidikan yang berkualitas akan relevan dengan kemajuan suatu negara. One stop education of excellence.

Pendidikan di Indonesia saat ini memang belum sempurna, menerapkan sistem pendidikan Finlandia di Indonesia pun bukan hal yang disarankan. Karena bagaimanapun sistem pendidikan yang sukses di negara lain, begitu diterapkan di Indonesia, kesuksesannya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, kita bisa mengambil hal-hal yang relevan dan dapat diterapkan di Indonesia.

Beberapa hal yang sudah dijalankan seperti jaminan bagi guru-guru, malalui sertifikasi yang diberikan. Akses pendidikan WAJAR (Wajib belajar) sembilan tahun. Program beasiswa pendidikan masyarakat miskin berprestasi (BIDIKMISI). Beasiswa LPDP, Masyarakat Berprestasi, Beasiswa Unggulan, dan program-program lainnya merupakan upaya-upaya yang sudah dilakukan, dan memang perlu ditingkatkan dalam mencapai pendidikan berkualitas.

Sungguh sayang apabila kita bangsa Indonesia masih terjerembab dalam perdebatan terkait berapa anggaran yang seharunya dialokasikan untuk pendidikan. Mungkin Professor Eron, bisa membantu kita sedikit merasa bersalah. Sebab kualitas pendidikan suatu bangsa bukan diukur dari banyaknya anggaran yang digelontorkan, tetapi seberapa efektif pengelolaan anggaran tersebut dalam mencapai pengajaran yang berkualitas. Sudah saatnya Indonesia keluar dari zona nyamannya, masih banyak persoalan pendidikan yang perlu kita selesaikan!

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali