Posts

Showing posts from May, 2020

Di Bawah Api Membara

DI waktu tertentu, malaikat dan setan melayang-layang di atas sana. Termasuk saat si jago merah melahap habis kayu dan bilik bambu yang disusun rapi membentuk rumah. Malaikat melayang, hanya menonton, tidak ikut memadamkan api. Malaikat justru bersekongkol dengan warga yang berkerumun di bawah. Juga dengan setan yang setia mendampingi Tuan, Puan beserta satu anak yang berbaring di dipan. Seorang Tuan, Puan dan seorang anaknya tinggal di rumah itu bertahun-tahun. Sejak orang-orang yang berkerumun itu belum datang dan sepakat membentuk kampung. Sejak sawah masih terhampar dan hutan masih rimbun. Umurnya mungkin lima puluhan dan si anak mungkin baru dua puluh awal. Tapi fisiknya masih seperti anak kecil, orang-orang menyebutnya laki-laki cebol. Dengan tangan kiri yang lebih panjang dibanding kanan. Kaki yang membentuk huruf “O”. Wajahnya tidak memiliki struktur dasar. Ditambah suaranya yang hemat nyaris tak terdengar. Sejak kecil Arman meringkuk di rumah. Tidak pernah berjalan barang sela

Kembali Keluarga

Enak juga rasanya melakukan kegiatan yang sama seperti yang kita lihat di gedung tadi.   Pikirku saat duduk di kursi kereta lokal Danbung Raya jurusan Ladaparang. “Kenapa?, kok melamun.” Temanku, Arif, yang sejak pagi bersamaku mengaburkan lamunanku. Ia duduk persis di depanku. Kami duduk di samping jendela. Kursi sebelah kami masing-masing diduduki seorang pedagang cobek yang sedang menghitung uang di tangannya. Sementara di depannya duduk seorang wanita, kira-kira tiga puluh awal, yang terlihat capek setelah bekerja seharian. Stasiun tempat aku turun masih harus melewati 5 perhentian lagi. Danbung, Yirocom, Micindi, Micahi, Badogangkong, sebelum akhirnya tiba di tujuan akhir Stasiun Ladaparang. Kereta Api dengan nomor 515 yang aku naiki ini tiba pukul 17.45 di stasiun akhir. Itu menurut jadwal perjalanan sesuai Grafik Perjalanan Kereta Api tahun 2019.  Sekitar 50 menit lagi dari sekarang. Aku bercerita tentang pertunjukan teater yang tadi kita tonton di Gedung Murentang Siang, daerah

Tuh Lihat

" Tuh lihat, umur 8 tahun sudah hafal 15 juz." Saat aku duduk membaca buki tiba-tiba saja ibiku berkata demikian. Entah kepada siapa perkataannya ditujukan, tapi di ruang itu hanya ada aku dan ibuku. Aku tidak terlalu menanggapinya. Sebab, ini bukan kali pertama ibuku membandingkan anak-anaknya dengan anak lain yang 'pandai'.  Mungkin harapan orang tua adalah melihat anaknya pandai dalam -salah satunya- beragama. Membaca dan menghafal di luar kepalq teks kitab suci diantaranya. Niatnya mungkin baik, agar anaknya termotivasi untuk belajar lebih dalam, dengan mencontohkan anak lain yang sudah 'pandai'. Jika sudah begitu biasanya beragam cara dilakukan, meskipun kadang kontraproduktif. Bukannya memicu motivasi malah menjatuhkan harga diri. Hal yang paling menjengkelkan adalah ketika orang tua berujar A, B, C dan lainnya. Tapi ia tidak melakukan seperti apa yang ia katakan. Seperti ingin memasak nasi goreng, tapi tanpa nasi. Ingin melihat anaknya 'pandai'