Posts

Showing posts from July, 2020

Negeriku Mabuk

Siapa saja yang anti tuhan, dia bukan bagian dari negara siapa saja yang menentang mayoritas dia layak untuk disingkirkan Ada tempat ibadah yang sangat mudah dibangun patungan umatnya atau disuntik pemerintah bertebaran dimana-mana tak peduli ada IMB atau tidak Di pojokan, ada yang ingin beribadah dibubarkan di sisi jalan raya ada yang ingin membangun di halangi, di bakar Tidak menghormati mayoritas, alasannya tidak memilikk izin, dalihnya berbondong-bondong menyeruduk yang lain Di negeriku tak ada yang bebas dari cengkeraman institusi keagamaan yang bersekongkol dengan para fasis kebudayaan Merasa dirinya paling berhak tanpa adanya rasa tanggung jawab obrak-abrik sana-sini tanpa adanya akal pikiran 27 Juli 2020

Korespondensi Kematian

Oh betapa sulitnya untuk mengejar semua sel-sel yang mati dalam tubuh yang senja dalam merah yang tak segar Kental yang mencair bercampur susu yang basi dengan tambahan bola-bola kenyal nan menggemaskan Kening menodai lantai telapak tangan gemetar dan dengkul yang mencoba untuk menahan beban kehidupan Barangsungai pendengarannya masih tajam menangkap sunyi, juga bising yang mengelilingi dan ketegangan yang menjulang Yang keras tak bisa yang lembek apalagi Memudar seperti tembok yang setiap hari disiram hujan dan dipanggang matahari, tanpa usaha membelah diri Isi kepala tak lagi bisa berhubungan dengan segalanya tak ada impuls dari sel-sel yang sudah memuka dengan kematian 26 Juli 2020

Jadi Gini...

Jadi gini sebelum berangkat sekolah baiknya memuntahkan sprema terlebih dahulu agar syaraf-syaraf yang terjepit di harj sebelumnya bisa rileks Jadi gini dari pada minum air putih yang nyatanya bening dianjurkan untuk minum alkohol 40% yang dicampur dengan cairan lain dengan beragam rasa dari buah sampai tahi Jadi gini setelah mengambil air untuk menyucikan tubuh ada kalanya kita harus menutup resleting celana yang terbuka bukannya apa-apa, tapi menghindari angin malam yang dingin Jadi gini dari pada tidak ada sama sekali coba pertimbangkan untuk memilih pasangan yang akan dimasuki, takutnya tidak cocok dengan yang ada 25 Juli 2020

Menggunung

Bagaimana semua berlalu? saat pikiran tak bisa bebas dihantui penampung makanan yang membutuhkan asupan Bagaimana semua bersemi? saat tubuh mulai ringkih berjalan tak semestinya berlari tak tahu arah Bergegas menghampiri distro, di sisi trotoar luas dan sesak pedas dan nikmat Refill bukan hal tabu semua bisa melakukannya awalnya malu-malu lama-lama malu-maluin Kosan domba, 23 Juli 2020

Genting Piano

Meranggas tegas menahan kuat-kuat Genting terpasang satu-satu terbang Melempar dan menangkap mengayun dan menahan Piano berbunyi nada-nada bersemi Genting piano kala jemari menari Melempar dan menekan sampai semua sesuai 22 Juli 2020

Sebelum Budek

Jika waktu itu ia tidak menepi untuk memungut dompet di pinggir jalan. Ia tak akan budek seperti sekarang. Pagi itu, saat di perjalanan pulang setelah shift malam di pabrik. Wanto melihat sebuah dompet tergeletak tak berdaya di pinggir jalan. Masih bagus, hanya sedikit debu yang menempel. Dompet ini pasti jatuh belum lama, pikirnya.  Jalanan masih sepi, tidak banyak lalu lalang kendaraan. Pejalan kaki pun tidak ada. Di kedua arah, dalam radius kira-kira 100 meter, tak nampak orang berjalan di trotoar yang terbuat dari aspal. Dilihatnya isi dompet itu. Ada lima lembar uang 100 ribu. Dan beberapa receh, mulai dari 500 hingga 5000 rupiah. Total uang yang ada di dompet sebesar 555.500 rupiah. Lumayan buat jajan, pikirnya, sambil memasukan uang ke saku celananya. Lantas membuang kembali dompetnya. Kini lebih jauh dari tepi jalan. Di semak-semak. Sebelum tiba di rumahnya. Ia mampir ke warung langganannnya. Pemiliknya adakah kawan karib semada kecil. Biasanya, di akhir pekan, ia akan menghabi

Obituari Mati

dihadapanNya tak ada yang bisa mengelak satu-satu di dorong menyusuri jalanan baru seperti belum pernah ada sebelumnya hidupnya mati raga yang kebetulan berdiri tanpa jiwa yang menghuni setiap raga kematiannya sudah terjadi sejak ia masih belia di dunia saat puting masih sering di cecapnya saat keinginan hanya bisa diutarakan hanya dengan satu cara: menangis dalam hidupnya ia mati dalam matinya ia bisa hidup merasakan hal yang selama ini tak dirasa mengalami letupan yang tak sempat dicoba 20 Juli 2020

Sapardi

di bulan Juni, hujan air mata belum turun sajak-sajak itu masih menunggu di bulan Juli, hujan itu benar-benar turun dengan kata yang tak bisa terucap tak ada lagi si Hujan Bulan Juni di bulan Juli dan seterusnya tak ada lagi si Hujan Bulan Juni dalam raga dan lakunya tapi kau tahu yang fana adalah waktu, karyamu abadi tapi kau tahu pada suatu hari nanti, jasadmu tak akan ada lagi tinggal jiwa yang akan mengembara turun dari dunia ke dunia lainnya Untuk Sapardi Djoko Damono (1940-2020) 19 Juli 2020 

Mabuk

Ingin terbang dan nambru seketika sebotol tak cukup sebaskom tak memadai Ingin bebas dan berlaku sedemikian rupa sekali biasa sering jadi tak berasa 18 Juli 2020

Perihal Seseorang yang Terlilit Utang

Apa yang ada di pikiran seseorang yang terlilit utang? Bukan, bukan utang duit. Itu biasa! Mungkin kah ia menjadi pribadi yang senantiasa memikirkan hal tersebut sepanjang waktu? Bisa, iya. Bisa, tidak. Tergantung.  Aku tidak tahu apa sebenarnya tujuan yang akan dicapai? Dan apakah memang setiap orang harus memiliki tujuan? Apabila iya, tujuan itu ditentukan oleh siapa? Apakah orang tersebut memiliki kehendak bebas menentukan tujuannya atau sejak awal sudah di tentukan tujuan masing-masing ada di dunia seperti apa. Pernah aku mendengar, bahwasanya setiap manusia dilahirkan ke dunia dengan tujuannya masing-masing. Meskipun selama hidup orang itu sudah banting tulang melakukan kegiatan yang menurutnya menjadi tujuan hidup, tetapi menurut Sang Empunya itu bukan tujuan hidupnya maka ia tidak akan pernah mencapai tujuannya. Sekeras apa pun ia berusaha. Selunak apa pun ia berdoa. Lantas, bagaimana caranya agar kita mengetahui tujuan hidup dari setiap kita? Apakah itu merupakan sebuah petunju

Mimisan

Cinitnit di tangan butuh tiga kali agar C bisa keluar Ide muncul tak terkira susah napas dan mimisan tak berhasil memang tapi bisa menyambung hidup Berjarak dan berharap dipanggang api asmara tak tentu ia bersua menyelimuti dingin 17 Juli 2020

Kusen

Berdiri tak bisa sendiri perlu patok dan kaso diukur seterukur mungkin Serat kayu menyeruak kapur barus dan solar membasahi urat-urat menyeringai mempertontonkan kekurangan Ada pintu ada jendela pun demikian dengan loster Ada cahaya yang masuk melalui glass block juga loster bata merah Disusun setersusun mungkin didiamkan sekering mungkin sampai daun pisang terbuka di lantai tak berupa dengan beragam teman di atasnya. 16 Juli 2020

Lelaki Terbang Mari Apotik

Selepas maghrib, Lelaki Berninja itu bergegas menarik tuas gas motornya. Bapaknya sempet menahannya untuk salat maghrib terlebih dahulu. Pun begitu dengan Ibunya. Sebelum meninggalkan garasi, Lelaki Berninja itu diingatkan untuk salat. "Nanti, Mak. Di titik kumpul aku salat. Lagi pula, titik kumpulnya di Masjid kampus." Jawab Lelaki Berninja itu sembari melaju perlahan. Sebelumnya, ia mendapat pesan pendek dari kawan-kawannya di kampus untuk segera berkumpul di pelataran masjid. Ada rapat akbar sebelum keberangkatan esok hari menuju Ibukota. Rencana keberangkatan itu sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Setelah mendapat arahan dari seniornya di organisasi tempat ia mencari penghidupan selama hidup di kampus. Lelaki Berninja itu termasuk dalam golongan mahasiswa abadi. Saat itu, ia sedang menempuh semester ke-13. Berkat gerilya dari satu senior ke senior lainnya sejak awal kuliah. Ia bisa mengatasi masalah keuangan kampusnya. Bahkan bisa mencukupi untuk membeli teman untuk mengh

Pemburu Gadis

Semuanya berawal pada malam hari. Di saat orang kebanyakan terlelap. Ia sudah siap dengan perburuannya. Berbekal totebag yang didapatnya dari sebuah seminar. Dengan jaket tipis yang tak cukup menahan udara dingin malam. Ia menyusuri jalanan, mengendap-ngendap, seolah ada orang lain yang ikut dalam perburuannya. Pukul satu dini hari biasanya ia mulai keluar dari kosnya, di utara kota. Dan selesai saat panggilan azan subuh berkumandang. Karena lokasi ia berburu berada di pusat kota. Dengan ketinggian yang lebih rendah, saat pulang ia akan menumpang angkutan kota yang mulai hilir mudik melayani penumpang. Biasanya, orang-orang yang berkepentingan di pasar mulai memadati angkutan tersebut.  Di angkot, ia meraba-raba hasil buruannya. Merasakan kenikmatannya. Mengingat kenangan yang dibawanya. Beberapa saat di perjalanan pulang itulah, ia akan membayangkan proses perburuannya dan apa yang akan ia lakukan di kosnya nanti. Membersihkannya dari noda kotor. Menyelimuti tubuhnya. Menempatkannya d

Tukang Tulis Budek

Aku ingat saat malam hari sampai di kota itu. Tak ada orang yang menyambut. Tak ada sanak saudara yang akan datang meregangkan tangan dan memelukku. Aku datang seorang diri. Tanpa ada undangan. Meski, tenda biru di sisi terminal berjejer sepanjang trotoar. Aku berjalan berdampingan dengan motor dan mobil. Untungnya hari sudah malam. Tak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang. Aku bayangkan betapa sulitnya jika harus berjalan di siang hari, di aspal yang sama dengan kendaraan itu. Belum lagi rombongan pesepeda musiman yang memakan badan jalan. Di salah satu tenda biru yang cukup jauh dari terminal, kulihat seorang tua sedang menulis di sebuah buku. Seperti buku yang aku pakai saat sekolah dulu. Hanya saja ini sangat tebal. Ukurannya mungkin 14x20 sentimeter.  Tidak seperti tenda-tenda lain yang menjual makanan dan minuman. Di tenda itu hanya terdapat sebuah meja sepaket dengan kursi yang tengah di duduki seorang tua itu. Tangannya memegang pena. Beberapa lain tergeletak di sebelahnya

Bermata-mata

terbuai dan hilang merambat dinding basah irama musik beralun aroma tembakau berterbaran malam semakin larut fajar siap menyingsing pagi mata hati tetap gelap mata suci tetap buta Kosan domba, 13 Juli 2020

Hhhmmmmm

Rrrrrrrrrr Berrrrrrrrrr Shshshshsh Haaaaaaaaaa Byurrrrrrrrrrrrrr Ckckckckckckck Wawawawawawa Bangbangbangbang 11 Juli 2020

Pendidikan Anti Korupsi dan Budaya Sadar Hukum

Percakapan bersama seorang teman yang baru saja berhak menyematkan label sarjana di belakang namanya berujung pada suatu premis: lunturnya pendidikan anti korupsi dan budaya hukum pada generasi muda. Tapi, apakah yang dimaksud premis itu ketika aku sendiri tidak memiliki pemahaman yang cukup atas perihal yang di bicarakan. Entah, apakah yang akan saya utarakan di sini bermanfaat bagi Anda yang tersesat membacanya. Tapi, seperti yang sudah-sudah, setiap tulisan yang aku buat tentunya tidak memiliki bobot yang berguna dalam kehidupan Anda. Sebab, aku pun yang menulisnya tidak merasa mendapatkan wahyu yang di turunkan kepadaku untuk membagikannya kepada orang-orang yang tersesat. Bagaimana bisa orang-orang seperti Anda, seperti temanku tersebut memiliki pemikiran yang begitu mendalam dan filosofis. Apakah hakikat manusia memang lahir sebagai pemikir? Bukankah setiap orang lahir untuk bekerja? Seperti aku, temanku, dan mayoritas para lulusan perguruan tinggi berpikir untuk terjun ke dalam

Sesuatu yang Tidak Perlu

Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak mungkin kita bicarakan satu sama lain dengan sempurna tanpa adanya konsekuensi terhadap hal-hal yang di bicarakan tersebut yang akan berpengaruh kepada sistem berpikir masyarakat yang saat ini sudah terkontruksi sedemikian rupa sehingga hanya memiiki satu sudut pandang dalam melihat berbagai persoalan yang timbul di masyarakat dan berdampak luas kepada perkembangan kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia dan umumnya di seluruh dunia di sisi lain terdapat satu perbedaan yang cukup mencolok antara masyarakat urban dan masyarakat perdesaan di mana terdapat hijab yang membatasi keduanya seolah itu merupakan suatu entitas yang berbeda sehingga diperlukan sebuah sekat untuk membedakannya satu sama lain dan beberapa hal pernah saya temukan saat menjalani residensi-residensi rebahan yang dilaksanakan di setiap tempat yang pernah saya singgahi entah itu merupakan tempat yang biasa saya kunjungi ataupun tepat baru yang asing bagi saya mulai dari ujung

Paku Emas dan Bendera

Ini perihal salah satu proses dalam membangun rumah. Ya, rumah dalam arti yang sebenarnya rumah. Sebagai tempat tinggal. Sebagai ruang pendidikan pertama. Banyak metode dalam prosesnya. Dari yang sederhana hingga yang kompleks. Dari yang murah hingga yang mahal. Dari yang kecil hingga yang besar. Pokonya, ada langkah-langkah yang harus ditempuh. Pun begitu yang terjadi saat–keluarga–aku memutuskan untuk membangun rumah. Rumah yang kami tempati saat ini adalah milik perusahaan tempat Bapak bekerja. Oktober tahun lalu, bapak memasuki usia pensiun. Itu artinya kita harus segera meninggalkan rumah ini. ada selang satu tahun sejak bapak dinyatakan memasuki pensiun sampai kami pindah ke rumah yang lain. Bisa kembali ke rumah lama, atau membuat rumah baru. Sebelum pindah ke rumah dinas, begitu biasanya orang-orang menyebut rumah yang diberikan oleh perusahaan untuk di tinggali, kami memiliki rumah. Tidak begitu besar, tapi cukup untuk menampung lima orang yang ada di dalam keluarga. Kini, kel

Melihat Orang Lain Bekerja

Banyak rebahan, sesekali berdiri, dan melihat orang lain bekerja. Itu yang aku lakukan hari-hari belakangan. Orang-orang yang bekerja di depan mata sendiri, maupun bekerja di lini masa. Banyak orang yang bekerja, bekerja, dan bekerja. Entahlah, apakah ini ada hubungannya dengan Presiden yang suka Kerja, Kerja, Kerja. Ada yang bekerja menyusun kata-kata. Ada yang bekerja menyusun batu bata. Ada pula yang bekerja serta merta demi memenuhi kebutuhan perut semata. Bekerja seperti menjadi sebuah cita-cita luhur yang patut dijalani oleh setiap orang. Tidak perlu selamanya, minimal dalam hidupnya ia pernah bekerja. Entah di bayar atau pun tidak. Yang pasti: kerja! Jika bekerja diasosiasikan sebagai kegiatan yang menghasilkan pundi-pundi ‘kekayaan’. Maka, setidaknya aku pernah melakukannya. Aku pernah mengirimkan tulisan ke media dan mendapat bayaran. Pernah menarik tuas gas sepeda motor. Menyusuri jalanan. Dari yag beraspal mulus hingga tanah lumpur. Dari jalanan lebar hingga gang-gang kecil.

Hening Merambat Hujan

Sunyi, sepi, dan basah melangkah dalam gelap menyendiri tanpa sebab merambat penuh harap Kau pergi ke dalam menyeruak dan hilang dalam lamunan hujan dalam curah ramalan Ke mana kini berlalu menjelma dalam gelap menerima dalam sempit menghunjam tanpa arah 40553, 7 Juli 2020

Marilah Kemari

Di Madiun kita bertemu dalam gelap matahari kau membuang sepuntung papier dengan tembakau dan kanabis kering rasa takut sirna sudah mata itu terlihat biasa saja tak ada keistimewaan dariku yang datang darimu yang pulang Begitu besar pertemuan itu perasaan tidak nyaman datang orang-orang silih berganti satu-satu memberi hati satu-satu mengharap rezeki di sudut terlihat mematung dalam balutan kematian kulihat sorot itu: menusuk kulihat jemari itu: geram Marilah Kemari, nama yang tidak biasa hitam legam terpampang kontras dengan dasar yang cerah begitu indah, suatu karya rupa "masihkah demikian terjadi?" mata itu: redup diam, terbakar Beranjak, "Marilah kemari, Marilah Kemari!" 2 Juli 2020

Yang Memberi Semangat: Tulislah Meskipun Buruk!

Image
Dokumentasi Pribadi Tips utama sebelum Anda membaca novel ini adalah pastikan diri Anda sudah mabuk, semabuk-mabuknya. Sebab, dengan begitu Anda tidak akan mengalam apa yang Andi Lukito rasakan saat ‘menyunting’ naskah ini. Jika, Andi Lukito mengatakan bahwa novel ini disusun dengan gaya bahasa seorang pemabuk, maka sebelum Anda membacanya pastikan diri Anda mabuk agar tidak menemukan gaya bahasa seorang pemabuk seperti yang ditemukan Andi Lukito. Sebagai sebuah buku yang mendeklarasikan dirinya sebagai novel. Hal pertama yang saya alami adalah saya dibuat mabuk, sama seperti yang Andi Lukito rasakan. Jika Anda berpikir bahwa suatu novel pasti tersusun berdasarkan kaidah-kaidah umum yang berlaku seperti: plot, tokoh, konflik, latar, dan tektek-bengek lainnya. Yang membuat suatu buku disebut novel, maka tidak dengan novel yang di tulis Martin Suryajaya ini. Buku yang cukup tipis, hanya 216 halaman. Namun, butuh begitu banyak waktu yang saya perlukan untuk menye

Memahami Presiden: Sebuah Pendekatan Intuitif

Tak ubahnya dalam penelitian yang ‘membutuhkan’ pendekatan dalam proses penelitiannya. Memahami Presiden, baik sebagai Kepala Negara, Pemerintahan, Keluarga, dan kepala-kepala lainnya yang tak selesai, diperlukan suatu pendekatan yang progresif. Sebab, Presiden merupakan suatu jabatan yang seksi untuk dipertontonkan di khalayak. Entah baik maupun buruk, Presiden tetap harus tampil di depan publik. Entah publik manusia maupun beragam hewan dan tumbuhan yang ada di sekelilingnya. Berbeda dari pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan R&D , dalam memahami Presiden diperlukan suatu pendekatan yang lebih mendalam melibatkan perasan perasaan yang ada di dalam jiwa tiap manusia, hewan, dan tumbuhan. Hal itu dikarenakan Presiden tidak memiliki pikiran yang sangat sulit untuk di interpretasikan kecuali oleh orang-orang yang sudah mendiang. Sayang, orang-orang yang sudah mendiang tidak bisa ikut terlibat dalam menginterpretasikan maksud, tujuan dan keinginan dari Presiden. Maka, segala hal yan

Ketika Malam Begitu Terang

Semua itu tumbuh dalam gelap aku hadir dari balik kegelapan tak banyak kata yang berloncatan Kau tahu, apa yang meragukan diriku? kehidupan yang mati kematian yang hidup tak banyak pikiran yang berputar Aku ingin mengingat itu sebagai kado dalam gelap yang bersinar saat malam Surya menyingsing malam kau hendak tak kemana begitu pula sakit tak cukup memar yang bercorak "Siapakah aku?" mata itu hilang dalam gelap sinar tak terpancar seperti rupa air di balik batu 1 Juli 2020