Posts

Showing posts from February, 2020

Bersama Orang-Orang Baru

Hari ini hari pertama ku kembali masuk kelas. Setelah sekian lama tidak melaksanakan perkuliahan di dalam kelas. Bedanya, sekarang aku mengikuti kelas bersama adik tingkat. Beda satu tahun antara aku dan mereka.  Karena kurang sks akhirnya aku kembali melakukan kontrkak kuliah dengan menambah mata kuliah. Sebetulnya mata kuliah ini memang belum aku selesaikan. Karena pada suatu waktu aku melewatkan semester pendek. Tadinya akupikir bisa melaksanakan sidang dengan hanya kurang tiga sks dari teman lainnya. Namun, ternyata kurikulim baru merubah syaratnya. Walaupun secara peraturan rektor sks yang telah ku selesaikan memenuhi syarat. Kuliah kali ini dilaksanakan pukul tujuh pagi. Aku harus berangjat sejak jam setengah ebam pagi agar tidak terimbas macet dan tiba tepat waktu. Cukup malas sebenarnya. Mengingat hampir beberapa bulan tidak pergi ke kampus sepagi ini. Terakhir aku ingat pergo kukiah pagi dan semangat-semangatnya iti saat masih menjadi mahasiswa baru. Namun, seiring berjalannya

Ngomongin Tuhan Tanpa Ketegangan

Image
Dokumentasi Pribadi Kali ini aku baru selesai membaca sebuah buku yang ditulis oleh dua orang, yakni Sujiwo Tejo dan M. Nursamad Kamba. Judul bukunya cukup 'provokatif': Tuhan Maha Asyik. Ada orang yang mengatakan "Tidak ada asyik dalam 99 nama Tuhan!!!" Ya boleh-boleh saja. Toh, Tuhan pun masih asyik, Ia tidak perlu mendapat 'pembelaan' dari mahkluk-Nya. Disini Tuhan dibicarakan seasyik mungkin, tanpa ketegangan. Tuhan disampaikan melalui kisah-kisah Buchori, Samin, Pangestu, Parwati, Christine, Dharma, Bu Guru, Pak Guru, Orang tua masing-masing, penjual bakso, dan tokoh lainnya. Mereka membicarakan Tuhan seasyik mereka bermain. Setiap kisah memiliki padanan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Kisah tersebut menjadi analogi bagaimana pesan inti yang ingin disampaikan. Bukan saja melulu soal doktrin tentang agama. Tapi melebihi itu, melintasi paradigma berpikir yang kebanyakan orang 'beragama' anut. Kisah "Way

Lupa Melihat Sekitar

Siang itu aku sengaja pergi ke kampus. Hanya mengisi waktu luang saja. Karena sudah beberapa waktu tidak menyambanginya. Mengingat belum ada urusan penting yang harus ku kerjakan dikampus. Karena gabut akhitnya aku kekampus juga. Aku duduk di tempat yang orang-orang bilang Taman Wifi. Meskipun bentukannya tidak sepetti taman pada umumnya. Hanya tersedia meja panjang beserta kursi. Dengan kantin disekelilingnya. Disebut taman wifi karena disitu terdapat wifi, walaupun di tiap gedung pun ada, dan dekat dengan warnet gratis kampus. Tidak banyak agenda yang akan aku lakukan. Hanya membaca buku dan makan siang menjelang sore yang aku bawa dari rumah. Selagi aku membaca aku melihat dikejauhan, diatas jalan, yang terlihat dari tempatku duduk ada seorang bapak memperhatikan terus ke arah tempat ini. Juga seorang ibu, yang nampaknya mereka berdua suami-istri. Aku penasaran apa yang mereka perhatikan. Lantas dibarisan bangku sebrang ada seorang anak yang sedang menjajakan dagangan. Kulihat ia be

Hadji di Pegunungan Kaukasus

Image
Dokumentasi Pribadi Setelah membaca kisah ini aku tidak begitu antusias. Hal itu tidak lepas dari struktur terjemahan yang dirasa tidak pas saat dibaca. Entah memang karena begitu dari bahasa aslinya, atau memang karena kesalahan redaksi dari penerbit. Buku ini pertama terbit secara sembunyi-sembunyi dalam bahasa Rusia. Sedangkan untuk versi Indonesianya sendiri diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Jadi bisa dikatakan terjemahan ini melewati dua proses penerjemahan, dan biasanya menimbulkan bias dalam pemilihan diksi. Secara umum kisah dalam novel ini cukup bisa dipahami. Bagaimana Hadji Murat sebagai tokoh utama disini dikisahkan sebagai tokoh perang yang mahsyur. Namun, saat membacanya aku merasa Hadji Murat ini tidak semahsyur yang digembor-gemborkan di sinopsis maupun pengantar buku. Perannya sedikit teralihkan okeh beberapa tokoh lain, baik dari orang-orang Rusia maupun orang-orang Pegunungan.  Ditambah nama-nama yang disematkan-khususnya nama Rusia-memb

Membaca Ular Besi

Hari ini minggu. Dan aku tidak memiliki aktivitas lain selain rebahan dirumah. Setelah mandi sekitar pukul dua siang, aku terpikirkan untuk kakaretaan. Akupun akhirnya memutuskan untuk pergi dengan menggunakan kereta.  Pukul tiga lebih sepuluh sore aku berangkat dari rumah. Karena jarak rumah ke stasiun cukup dekat, aku menjangkaunya dengan jalan kaki. KA dengan nonor 542 rencananya akan aku naiki. Jadwal keberangkatannya yakni pukul 15.35. 15.20 aku sampai di stasiun. Lantas aku membeli tiket kereta dengan tujuan akhir dari kereta ini. Tiketnya hanya lima ribu rupiah. Dengan total perjalanan sekitar dua jam. Aku duduk di gerbong kedua jika dihitung dari belakang. Awalnya biasa saja, tenang. Mengingat gerbong ujung biasanya memang selaku sepi pada awalnya. Tak berselang lama gerombolan remaja nanghung datang dan duduk di belakang kursi tempat aku duduk. Aku tidak ada masalah dengan mereka. Bahkan aku cukup senang karena transportasi umum bisa menjadi andalan bagi siapapun dalam berakti

Dibalik Proposalan

Pagi itu, pukul setengah tujuh aku sudah siap guna pergi ke kampus. Jarak dari rumahku menuju kampus sekitar 17 kilometer jika lewat bawah dan 23 kilometer jika lewat atas. Jalur bawah lebih dekat tapi macet dan waktu yang ditenpuh sedikit lebih lama. Sedangkan jalur atas lebih jauh namun lancar dan bisa memangkas waktu tempuh. Pukul tujuh dua puluh aku tiba dikampus. Tepat di lantai enam salah satu gedung disana. Niat awalnya hendak masuk kelas. Namun aku urungkan karena dosen sudah di dalam. Akhirnya akh mencari tempat lain untuk duduk menunggu teman lainnya. Aku turun ke lantau dua dan duduk disalah satu bangku disana sembari mengisi daya ponsel. Disana aju bertemu dengan teman temabku yang akan bimbingan skripsi. Sekitar pukul sembilan dan sepuluh kedua temabku tiba. Kami bertiga merupakan tjm telat dalam skripsian. Disaat teman seangkatan sudah melakukan sidang priposal sejak september tahun lalu, kami baru akan melaksanakannya sekarang. Mungkin salah satu motto "kalau bisa d

Pemaknaan Hidup

Image
Dokumentasi Pribadi Aku cukup kaget setelah membaca ini. Walaupun anak judul sudah men- disclaimer bahwa ini kisah tentang kehidupan, tapi aku tak menyangka bahwa berakhir seperti ini. Jostein Gaarder tentunya sudah termahsyur sebagai penulis dengan tema-tema filosofis dalam novelnya. Entah yang secara langsung membahas Filsafat itu sendiri-Dunia Sophie-misalnya. Maupun kisah tentang makna filosofis dari setiap aspek. Kali ini The Orange Girl mengisahkan cerita kehidupan di alam semesta melalui keluarga kecil. Jan Olav, George Roed dan tentunya Si Gadis Jeruk mendapat porsi yang lebih banyaj dalam kisah. Walaupun disana hadir Jorgen, Miriam, kakek dan nenek juga. Kisah tersebut relate dengan pengalaman yang pernah melewati diriku. Suatu ketika aku mencoba untuk mendalami dunia Tashawuf itupun setelah bertemu terlebih dahulu dengan dunia Filsafat , semacam proses menemukan kembali hakikat kehiduoan sebenarnya melalui titik awal konsep kehidupan itu sendiri. Kira-

Kembali Hujan

Musim penghujan nampaknya belum akan menunjukan gejala tidurnya. Hal tersebut terlihat bagaimana hujan yang masih turun beberapa hari terakhir. Seolah terpola, hujan turun diwaktu sore hingga malam hari. Intensitasnya beragam, kadang deras dan tiba tiba, bisa juga hanya rintik namun dengan waktu yang lama. Hari ini aktifitas keluar dimulai sore hari. Menjelang pukul tiga aku baru melangkahkan kaki keluar untuk bepergian. Kali ini tujuannya entah kemana, hanya akan transit terlebih dahulu di salah satu pangkalan ojek perbatasan kabupaten-kota. Seperti kemarin mobil oranye mengantarku ke tempat transit. Dibawah guyuran hujan deras mobil ini tetap gagah melaju. Cipratan air dipintu samping membasahi sedikit bagian dalam. Seorang bapak yang duduk didepannya sedikit memindahkan posisi pantatnya menjauh dari pintu. Hujan terus turun, hingga pukul lima masih terlihat butiran air itu menghujam bumi. Namun, intensitasnya sudah berkurang, hanya segelintir air hujan yang turun. Mungkin mereka men

Cerita Saat Hujan Turun

Musim penghujan masih berlangsung, siang ini hujan mengguyur cukup awet, rintiknya masih turun sampai larut malam, walau intensitasnya sudah mereda. Sore itu aku memutuskan untuj tetap berangkat, hujan diluar sudah tak bisa ditunggu keredaannya lebih lama lagi, aku harus tepat waktu menuju lokasi, lokasi yang akan mempertemukan kami. Dengan mobil oranye aku pergi, di dalam sudah ada tiga penumpang yang lebih dulu naik, aku penumpang keempat yg ada disitu, dengan hujan yang masih turun cukup jelas Penumpang pertama seorang tua renta turun dipertigaan dekat underpass, awal tahun ini tempat itu sempat ramai dibicarakan, karena banjir yang terjadi cukup tinggi akibat proyek angkutan masal, hal itu menjadi pemicu makian seorang pejabat yang berkuasa didaerah itu. Mobil yang kunaiki melaju kembali, melewati tempat biasa aku mengolah tubuh, melewati kawasan pergudangan, sampai lampu merah antara jalan arteri dan akses menuju jalan ebas hambatan. Selepas lampu merah pengemudi berhenti sejenak,

Sungai

Langkah kaki itu semakin kuat, menerjang arus yang begitu dahsyat, yang datang dari hulu sungai, menuju keperkampungan. Dulu sungai itu bersih dan asri, sepanjang alirannya masih ditemui pepohonan, akarnya mengikat kuat tanggul itu, membentang dengan gagah dari hulu ke hilir. Peradaban yang telah berlalu menempatkan sungai sebagai pusat kegiatan, sungai dijaga karena ia sumber penghidupan, namun kini paradigma itu terbalik, sungai menjadi tempat pembuangan. Jika ingin membangun hunian maka mereka akan menghadapkannya muka rumah ke sungai, sungai menjadi penyambut mereka dipagi hari, namun kini hunian dibangun membelakanhi sungai, dan sampah-sampah runah tangga berlomba mencapai sungai sesegera mungkin. Entahlah, kini peradaban terus berubah, bagaimana nasib sungai dimasa depan, apakah akan senantiasa mengalir, atau menjadi kubangan panjang bersama isinya. PDL, 12 Februari 2020

Mulai Mengenal Norman Fairclough

Saat kutulis ini Aku baru saja menulis sub-bab dari proposal Proposal yang tidak ada anggaran biayanya Seperti layaknya berkeliaran di bulan Agustus Ini terjadi bukan suatu kebetulan Semuanya dengan sengaja dirancang Karena jebutuhan aku mulai mengenalnya Mengenal metode dan pemikirannya Jikalau tema ini tidak kuambil Mungkin saja aku tak mengenal beliau Mungkin tokoh lain jadi kenalan baruku Aidit misalnya, tokoh PKI tempo dulu Walaupun baru secuil yang aku baca Tapi keinginanku untuk mendalaminya besar Bahkan melebihi besarnya badanku sendiri Yang saat ini mulai mengecil Semoga engkau menemaniku sampai akhir Berlandaskan teori-teori yang koheren Semoga modelmu bisa kulakukan Dalam menguak maksud Mohammad Natsir PDL, 11 Feb 2020

Menentukan Pilihan Kembali

Siang ini aku bingung Memilih dari dua pilihan Antara berlari atau nge-gym Antara cardio atau workout Haruskaj memilih salah satu Padahal di youtube banyak contoh Bagaimana cardio dan workout Dilakukan secara bersamaan Pegal dibagian lengan masih terasa Setelah dua hari berturut-turut melakukan latihan Latihan dibagian dua dan tiga kepala tangan Latihan yang baru aku mulai kembali Lantas cardio pun banyak pilihan Ada lari, sepeda, jalan kaki dan lainnya Pilihan pun semakin bertambah Dan perlu menentukan pilihan lebih banyak Kenapa harus ada pilihan? Apakah karena manusia memiliki pikiran Tapi hewan pun bisa memilih Walaupun pikiran yang manusia kenal tidak melekat dalam hewan Ah aku bosan dengan pilihan-pilihan Tapi akupun tak mau seperti robot yang Jadi bagaimana ini seharusnya terjadi Seperti hidup segan mati tak mau PDL, 9 Februari 2020

Darwis "Si Gila" dan Kisah Senja 47 Detik

Image
Dokumentasi Pribadi Pukul 2.14 dini hari. Tepat kedua kalinya aku menulis tulisan ini. Setelah sebelumnya sempat menulis dan hilang begitu saja. Tulisan yang akan kalian baca ini tentunya berbeda dari versi pertama yang aku tulis pada 1.57 tadi, dan aku pun lupa bagaimana tulisan tersebut. Kesal betul memang saat mengetahui hal itu terjadi. Setelah kisah yang cukup membuat kesal. Kini kejadian ini membuatku tambah kesal. Baiklah, akan kucoba ulang tulisan yang sebelumnya pernah kuketik. Semoga saja feel -nya masih ada. Dini hari tersebut, aku baru saja menyelesaikan bacaan akan sebuah buku. Buku yang berisi 426 halaman ini mengisahkan cinta dan benci. Kisah kepergian dan kedatangan. Kisah edukatif. Namun, juga pembodohan yang cukup kentara, apabila kita lebih cermat dalam membacanya dan menjauhi perasaan untuk ikut kedalam kisahnya. Karena ketika kita terbuai dalam kisahnya, kita seolah sedang ada bersama mereka. Sedang melakukan kebiasaan mereka. Sedang memand

Pegal

Melakukan gerakan berulang-ulang Dari alat satu ke alat yang lain Memanfaatkan berat besi maupun tubuh Dengan kalori yang terus menambah energi Terkadang gerakan dijadwal perhari Namun sering gerakan dilakukan serampangan Tanpa ilmu dan pengetahuan yang memadai Bukannya menghasilkan otot malah cidera Setelag selesai rasanya biasa saja Lalu datanglah waktu istirahat Hampir sepuluh jam waktu istirahat Tubuh serasa remuk Linu disana sini Akibat seranpangan mencoba semua gerakan Tanpa pendampingan Dari orang yang sudah ahli Ini menjadi pelajaran Dalam melakukan sebuah gerakan Jangan konyol dengan mencoba semuanya Atur jadwal dan polanya Kini pegal masih terasa Dihampir seluruh bagian tubuh Katanya 2-3 hari normal kembali Kita tunggu saja hasilnya nanti GLBGM, 8 Februari 2020

Tuntunan dan Tontonan

Haruskah setiap tontonan menjadi tuntunan? Saya rasa tidak seperti itu Karena konsep awal tontonan bukan edukatif Melainkan berorientasi pada pertukaran nilai Lantas nilai apakah yang ditukar? Produsen memproduksi nilai hiburan Konsumen membayarnya dengan waktu Bahkan rela membayarnya pada hal eksklusif Jangan berharap tuntunan dalam tontonan Jangan pula memberi tontonan yang menuntun Baik yang diprodukso dalam skala besar Maupun yang di produksi secara indie Konten kreator menjamur Diberbagai platform Konten viewers berkeliaran Mencari tontonan yang menyenangkan Pertukaran nilai tambah terjadi Antara si pembuat dan penikmat Antara waktu yang dibuang Diantara kedua pihak PDL, 8 Februari 2020

Ruang Keringat

Sore itu hujan menghujam bumi Rintik-rintik hujan pecah begitu mendarat Tidak deras seperti dulu Namun cukup untuk mengulur waktu Tak berselang lama roda oun berputar Membawa si tuan ketempat tersebut Hitam biru beriringan dengan merah dan abu Cukup 3 menit kuda besi itu sudah tiba Si tuan lantas masuk Bercengkrama dengan pengunjung lain Yang sedang bersantai maupun fokus Diantara besi-besi yang membentuk tubuh Sekitar 1 jam ia habiskan waktu Bersama peluh keringat yang membasahi tubuh Bersama sebotol air minum dalam kemasan Dan ikat pinggang yang masih terpakai Spinning HIIT merupakan bagian terakhir Dari sesi mandi keringat sore itu Ia lantas beristirahat Sambil menunggu hujan dikuar reda GLBGM, 7 Februari 2020

Ihwal Perkembangan dan Perubahan

Jaman semakin berkembang. Perkembangan itu tidak serta merta terjadi. Perkembangan yang dengan sengaja diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia sebagai kunci dalam perubahan jaman. Perubahan menuju kemakmuran manusia maupun perubahan untuk penindasan terhadap mahkluk lain, penindasan terhadap alam semesta. Manusia menjadi motor penggerak utama bagi perkembangan jaman. Karena manusia memiliki free will yang bisa menjadiknnya bebas melakukan apa yang ia ingin lakukan dan bisa ia lakukan. Peran manusia dalam perkembangan tidak hanya terjadi dalam bentuk praksis sosial. Lebih dalam dari itu, manusia memulai perkembangan dari dalam dirinya. Ialah pikiran yang menjadi titik awal bagaimana manusia memulai suatu perubahan. Pikiran manusia dapat melakukan kerja-kerja imajinatif yang tak terhingga. Tiap orang memiliki imajinasinya masing-masing. Sehingga, perubahan didalam pikiran setiap orang bisa saja berbeda-beda. Pikiran-pikiran tersebut terkonstruksi akibat pengalaman-pengalaman yang di