Membaca Ular Besi

Hari ini minggu. Dan aku tidak memiliki aktivitas lain selain rebahan dirumah. Setelah mandi sekitar pukul dua siang, aku terpikirkan untuk kakaretaan. Akupun akhirnya memutuskan untuk pergi dengan menggunakan kereta. 

Pukul tiga lebih sepuluh sore aku berangkat dari rumah. Karena jarak rumah ke stasiun cukup dekat, aku menjangkaunya dengan jalan kaki. KA dengan nonor 542 rencananya akan aku naiki. Jadwal keberangkatannya yakni pukul 15.35. 15.20 aku sampai di stasiun. Lantas aku membeli tiket kereta dengan tujuan akhir dari kereta ini. Tiketnya hanya lima ribu rupiah. Dengan total perjalanan sekitar dua jam.

Aku duduk di gerbong kedua jika dihitung dari belakang. Awalnya biasa saja, tenang. Mengingat gerbong ujung biasanya memang selaku sepi pada awalnya. Tak berselang lama gerombolan remaja nanghung datang dan duduk di belakang kursi tempat aku duduk. Aku tidak ada masalah dengan mereka. Bahkan aku cukup senang karena transportasi umum bisa menjadi andalan bagi siapapun dalam beraktivitas. Hanya saja mereka ribut bukan main. Suaranya hampir mengisi selurih gerbong tersebut. Aku cukup terganggu dengan itu, namun akupun tidak bisa menegurnya semena-mena. 

Mungkin jika aku tidak ada aktivitas lain aku tidak akan terganggu oleh mereka. Namun, karena sejak awal sudah aku niatkan selama perjalanan akan membaca buku, maka akupun cukup terganggu. 

Ya, membaca buku. Salah satu tujuanku kakaretaan adalah untuk membaca buku. Walaupun bisa dibilang tak lazim, tapi aku sudah melakukan ini cukup sering. Salah satu buku karya sastrawan Rusia, Leo Tolstoy yang mengisahkan panglima perang di pegunungan Kaukasus menjadi teman dalam perjalanan ini. 

Perjalanan pergi aku tidak menghabiskan seluruh waktu untuk membaca. Kadang aku berhenti dalam satu bagian, lantas melihat sekeliling, baik itu di dalam maupun pemandangan sepanjang perjalanan. Pembacaan aku mulai dari bagian ke enam belas.

Dalam perjalanan pergi aku hanya membaca dua bagian yakni enam belas dan tujuh belas. Sisanya aku habiskan mendengarkan lagu, mengingat situasi kereta dari satu stasiun ke stasiun lainnya semakin penuh. Kami harus berdempetan berbagi tempat duduk kepada penumpang lain.

Kereta yang aku naiki pun sampai di tujuan akhir tepat pukul 17.29 seperti yang tertera dijadwal. Aku tidak langsung turun. Mengingat aku hanya akan keluar lalu membeli tiket dan kembali masuk ke kereta ini untuk kembali. Aku menunghu penumpang keluar terlebih dahulu, labtas saat sudah mukai lengang dan kemacetan di pintu keluar gerbong dan pintu keluar stasiun sudah mulai teratasi, aku turun dari kereta.

Seperti yang aku katakan tadi, aku hanya akan keluar untuk membeli tiket kembali. Sebenarnya jika aku tidak keluar pun tidak masalah. Karena aku akan menaiki kereta yang sama. Ditambah tiket yangku beli tadi pun tidak diperiksa di dalam kereta. Jadi aku bisa saja curang dengan tidak membeli tiket untuk pulang.

Setelah turun lantas membeli tiket, akupun kembali naik ke kereta yang sama. Aku duduk di gerbong paling belakang, yang sebelumnya menjadi gerbong paling depan setelah lokomotif. Awalnya aku mengincar kereta kedua dari belajang seperti biasa. Namun situasi cukup penuh, dan aku tidak mendapatkan tempat duduk 2-2 di samping kaca. Akhirnya di gerbing terakhir aku menemukannya.

Di baris tempat ku duduk, ada keluarga yang sepertinya sama seperti ku hanya kakaretaan. Belakangan ku ketahui mereka juga kakaretaan tetapi tidak sepertiku dari stasiun ujung ke stasiun ujung. Mereka hanya berangjat dari stasiun besar ditengah, lantas ke stasiun ujung ini. Dan kembaki ke stasiun besar tengah. Mereka terdiri dari sepasang suami istri, ada pula satu wanita dewasa yang sepertinya teman istri tadi dan empat anak, tiga laki-laki dan satu perempuan. Aku tidak tahu mereka anak dari yang mana. Karena mereka semua memanggil si istri ibu, dan memanggil perempuan dewasa satunya mamih. Apakah kekuarga yang berpoligami? Aku rasa tidak. 

Rombongan ini cukup ramai, bahkan diantara penumpang lain digerbong itu, keluarga ini palibg heboh. Tentu saja empat anak-anak tersebut yang meramaikan suasana. Terutama anak laki-laki paling kecil, kira-kira sekitar 5 tahunan. Walaupun ribut, entah kenapa aku tidak terganggu dengan mereka, padahal akupun membaca saat itu. Padahal saat tadi pergi dan ada yang ribut aku terganggu. Apakah ini termasuk tindakan diskriminatif yang aku lakukan? Semoga saja tidak.

Kereta yang aku naiki untuk pulang berangkat tepat pukul 18.00 dengan rencana tiba distasiun akhir pukul 20.00. Dalam perjalanan pulang ini aku kembali membaca dan menyelesaikan tiga bagian. Tenti saja aku tidak sepanjang perjalanan membaca. Kadang aku selingi dengan memantau sekitar sambil mendengarkan lagu.

Kereta dengan nomor 541 itu pun akhirnya tiba di stasiun akhir. Tidak seperti tadi dimana aku menunggu para penumpang lain turun terlebih dahulu. Kini, aku bersamaan turun dan bermacet-macetan di pintu keluar gerbong dan pintu keluar stasiun. Lantas aku berjalan kaki menuju rumah. Dan sekitar pukul 20.15 aku sampai, lantas minum, duduk, nonton bola, dan mulai menuliskan ini di platform blogger android.

Demikian kegiatan membaca yang aku lakukan di dalam ular besi. Walaulun sedikit teks yang kubaca, hanya lima bagian, tapi akupun tetapa membaca fenomena yang terjadi selama diperjalanan. Seperti contoh dua kelompom yang ribut didalam kereta, tapi berbeda respon yang aku berikan. Sekian. Terimakasih.



PDL, 23 Februari 2020

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali