Tuhan Tidak Perlu Dibela

Sumber gambar: Dok. Pribadi

“ Allah itu Maha Besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada, apapun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya”.
Bila engkau menganggap Allah ada hanya karena engkau yang merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Ia menyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya. Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang di akibatkannya (Al-Hujwiri).

Sesuatu yang memerlukan pembelaan hakikatnya sesuatu tersebut memiliki kekurangan. Sehingga memerlukan tambahan berupa pembelaan agar kekurangannya dapat diatasi. Pun begitu ketika kita membela Tuhan, berarti kita menganggap bahwa Tuhan memiliki kekurangan yang perlu kita bela.

Tuhan Tidak Perli Dibela merupakan kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang tersebar di media massa dalam kurun waktu 70an-90an. Sedikitnya ada tiga tema besar yang menjadi inti tulisan dalam buku ini, yakni Keislaman, Kebudayaan dan Kenegaraan. Refleksi Pemikiran Kritis Islam merupakan bagian pertama dalam buku yang mewakili tema Keislamannya. Bagian kedua yang mewakili tema kebudayaan berada dalam Intensitas Kebangsaan dan Kebudayaan. Demokrasi, Ideologi, dan Politik: Pengalaman Luar Negeri mewakili tulisan-tulisan bertema Kenegaraan.

Sikap nyentrik yang melekat pada diri Gus Dur merupakan akumulasi dari gagasan-gagasan yang ia utarakan dikala ia muda. Bisri Effendy mislanya dalam pengantar buku ini menyebutkan sosok Gus Dur sebagai sosok yang penuh kontroversi atas manuver-manuver yang dilakukannya. Bahkan untuk kalangan “kandang”nya sendiri, yakni NU pun kadang sulit menerjemahkan secara langsung apa yang ia lakukan.

Dimulai dengan pembahasan mengenai Tiga Pendekar Chicago yakni Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi’i Ma’arif dan M. Amien Rais menjadi pembuka dari 73 tulisan dalam buku ini yang dikomparasikan dengan pendekar dari McGill, A. Mukti Ali dan kawan-kawan terkait sikap keislaman yang dihasilkan dari dua institusi barat tersebut.

Eksperiman dengan Sebuah Revolusi menjadi penutup dari buku ini. Tulisan yang membahas perkembangan revolusi yang terjadi di Irak pada rezim Saddam Husein ini menerangkan bagaimana hegemoni revolusi didengungkan secara massif dan sistematis dalam kehidupan masyarakat. Tiga belas tahun pemerintahan Partai Sosialis Arab Ba’ath membawa perubahan sangat besar dalam kehidupan bangsa Irak.

Tuhan Tidak Perlu Dibela mengajak kita untuk memikirkan kembali persoalan-persoalan kenegaraan, kebudayaan, dan keislaman. Dalam kaitannya dengan agama, buku ini mempersoalkan fenomena agama dan kekerasan politik. Kekerasan politik bukan merupakan akibat dari perilaku keagamaan karena agama tidak pernah mengajarkan kekerasan.

Bagi anda yang berminat untuk menyelami pikiran-pikiran sang kiai nyentrik ini semoga anda bisa mendapat suatu hal yang menambah kepekaan akan toleransi, pluralisme dan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.


Informasi Buku
Judul: Tuhan Tidak Perlu Dibela
Penulis: Abdurrahman Wahid
Penerbit: Saufa bekerjasama dengan LKiS
Tahun terbit: 2016
Tebal: xliv+316 halaman
ISBN: 978-602-391-152-3
Buku beli di: Rumah Buku, Jl. WR. Supratman, No. 96 Bandung

Comments

  1. Lantas, siapa yang perlu dibela ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mereka yang memerlukan pembelaan, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan. :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali