Islam sebagai Dasar Negara - Mohammad Natsir
Sumber Gambar: Dok. Pribadi |
Judul: Islam sebagai Dasar Negara
Penulis: Mohammad Natsir
Penerbit: Sega Arsy
Cetakan: Pertama, November 2014
Tebal: 138 halaman
ISBN: 978-602-8635-12-3
Sinopsis buku
Semula, Natsir yakin, di
atas tanah dan iklim Islam-lah, pancasila akan hidup subur. Namun, pada
sidang-sidang di Majelis Konstituante. Natsir justru menyampaikan pidato
berjudul “Islam sebagai Dasar Negara”, yang menghendaki penggantian Dasar
Negara Pancasila dengan Dasar Negara Islam. Dengan dasar negara Pancasila,
katanya, “Bangsa Indonesia bagaikan melompat dari bumi tempat berpijak, ke
ruang hampa vocum tak berhawa.”
Selain, karena Pancasila sudah ditafsirkan sebagai sistem sekular yang digali dari sistem kehidupan rakyat Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Soekarno beberapa kali pidatonya, juga karena Pancasila dan UUD 1945 sebagai dara negara RI sampai sejauh itu masih bersifat “darurat”. Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Soekarno dan diambil oleh Anggota PPKI pada sidang pengesahan Dasar Negara dan UUD, 18 Agustus 1945, bahwa dasar negara ini masih bersifat sementara. “Nanti apabila Indonesia sudah dalam situasi tenang dan damai, kita akan membentuk kembali dasar negara yang lebih baik lagi....”
Maka, Majelis Konstituante menjadi tempat untuk mengeluarkan segala pemikiran tentang kemungkinan dasar negara yang paling tepat bagi bangsa Indonesia. Harapan menerapkan Islam menjadi dasar negara Indonesia itu nyaris berhasil, jika saja Presiden Soekarno tidak mengembalikan dasar negara UUD 1945, dan membubarkan Konstituante. Itulah sebabnya, banyak pihak menilai, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak lebih dari sebuah “Kudeta Demokrasi”.
Ulasan buku
Selain, karena Pancasila sudah ditafsirkan sebagai sistem sekular yang digali dari sistem kehidupan rakyat Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Soekarno beberapa kali pidatonya, juga karena Pancasila dan UUD 1945 sebagai dara negara RI sampai sejauh itu masih bersifat “darurat”. Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Soekarno dan diambil oleh Anggota PPKI pada sidang pengesahan Dasar Negara dan UUD, 18 Agustus 1945, bahwa dasar negara ini masih bersifat sementara. “Nanti apabila Indonesia sudah dalam situasi tenang dan damai, kita akan membentuk kembali dasar negara yang lebih baik lagi....”
Maka, Majelis Konstituante menjadi tempat untuk mengeluarkan segala pemikiran tentang kemungkinan dasar negara yang paling tepat bagi bangsa Indonesia. Harapan menerapkan Islam menjadi dasar negara Indonesia itu nyaris berhasil, jika saja Presiden Soekarno tidak mengembalikan dasar negara UUD 1945, dan membubarkan Konstituante. Itulah sebabnya, banyak pihak menilai, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak lebih dari sebuah “Kudeta Demokrasi”.
Ulasan buku
Kepada Saudaraku M. Natsir
Di pertengahan 1950 an itu..........
Meskipun bersilang keris di leher
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu......!
~13 November 1957 – Buya Hamka~
Puisi Buya Hamka tersebut
menjadi pembuka dalam buku ini. Puisi tersebut di tulis khusus untuk Pak Natsir
setelah mendengar uraian pidato pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada
Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara Republik
Indonesia.
Islam sebagai Dasar Negara merupakan pikiran-pikiran Natsir yang
disampaikan di hadapan Sidang-Sidang Majelis Konstituante. Sidang tersebut
bertujuan untuk menentukan dasar negara yang akan menjadi pegangan bagi
Indonesia kedepannya. Apakah tetap memperthankan Pancasila ataukan menggantinya
dengan dasar negra Islam.
Perdebatan-perdebatan
terus terjadi dalam sidang tersebut. Perang gagasan silih berganti antara
fraksi satu dengan fraksi lainnya dalam forum tersebut. Satu pihak menginginkan
tetap mempertahankan Pancasila dengan argumen-argumen yang diberikannya.
Sementara pihak lain ingin mengganti dasar negara tersebut menjadi Islam.
Mohammad Natsir berada di pihak yang mendukung Islam sebagai Dasar Negara.
Islam sebagai Dasar Negara terdiri dari lima bagian utama. Kesatu,
yaitu bagian yang memuat puisi Buya Hamka untuk Natsir serta puisi Natir berupa
balasan terhadap puisi yang telah Hamka tulis. Kedua, merupakan pengantar yang
disampaikan oleh Kholid O. Santosa. “Mohammad Natsir: Sang Piar Demokrasi”
adalah udul yang diusung Kholid dalam mengantarkan para pembaca sebelum
menyelami isi pikiran-pikiran Natsir dalam buku ini.
Bagian ketiga adalah gagasan
pertama yang disampaikan Natsir dalam Sidang Konstituante. Dengan judul “Islam
sebagai Dasar Negara” yang juga menjadi judul buku ini, Natsir mengemukakan
gagasannya mengenai Islam yang akan kompatibel dalam kehidupan bernegara.
Argumen-argumen yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan paham sekularisme pun
disinggungnya disini. Tentunya pidato Natsir tersebut mendapat tanggapan yang
beragam, terutama dari fraksi yang bersebrangan dengan gagasannya.
Di Indonesia, paham hidup
yang menggerakkan jiwa rakyat Indonesia adalah agama. Dengan sendirinya asas
negara kita harus berdasar agama, bukan suatu rangkaian berupa ide yang
dianggap oleh masyarakat umum, sebagai Pancasila. Pancasila tidak dipercaya
sebagai agama, meskipun didalamnya terumus “ Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,”
sumbernya adalah sekuler, la-diniyah,
tanpa agama. (hlm. 81)
Bagian keempat merupakan
pidato Natsir yang menekankan kembali kekuatan Islam sebagai dasar negara
setelah pidato pertamanya mendapatkan serangan dari fraksi yang berseberangan. “Bukan
Sekular, Bukan Teokrasi, Tapi Teistik Demokrasi” merupakan judul dalam bagian
ini. Natsir menekankan keunggulan Islam jika diterapkan sbagai dasar negara
Indonesia.
Bagian kelima, yang juga
bagian pamungkas bagian ini adalah pandangan-pandangan umum babak II, dimana
Natsir menyampaikan penjelasan pelengkap atas tanggapan yang disampaikan
peserta sidang terhadap argumen-argumen yang disampaikan fraksi Pancasila
terhadap gagasan yang dilontarkan oleh fraksi Islam, baik itu oleh Natsir
maupun yang lainnya.
Dengan demikian akan
bertambah nyatalah bahwa dalam Islam sebagai dasar negara terdapat
ketentuan-ketentuan mengenai golongan Kristen. Sehingga mereka dapat menduduki
tempat yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh agamanya dan bersama-sama
dengan warga golongan lainnya bersanding bahu, membina negara kita sebagai
perumahan bersama bagi bangsa kita. Dan tidaklah akan berarti bahwa bangsa kita
yang beragama Kristen akan berada dalam ruangan yang kosong dan vocum.
Comments
Post a Comment