Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia
Kumparan Foto |
Hal itu tentu biasa saja. Kenapa?
Karena tubuh manusia bukan hanya seonggok daging dan tulang. Mayoritas zat yang
berada dalam tubuh manusia adalah cairan. Sehingga, wajar jika memang cairanlah
yang kebanyakan dihasilkan oleh manusia. Bahkan, tubuh manusia kuat untuk tidak
menerima asupan makanan selama tiga sampai empat minggu, tapi belum tentu bisa bertahan
saat tidak ada asupan air.
Hal lainnya bisa kita lihat dari
Tanah Air Indonesia ‘tercinta’ ini. Ya, Istilah negara dan bangsa memiliki padanan
kata yang sederajat dengan Tanah Air. Disitu kita kembali menemukan air, bukan
saja dalam fisiologi manusia air berada, tapi juga dalam fisiologi berbangsa dan negara.
Air selalu ada dimana-mana. Luas wilayah Indonesia pun sebagian besar berupa
perairan. Total luas perairan Indonesia adalah ± 3.257.483 km², dan luas daratannya hanya ±
1.922.570 km². Saat di daratan pun kita kembali menemukan air. Air yang
terpendam dalam lapisan batuan, air yang mengalir di sungai, kali, bahkan
selokan. Mulai dari air segar dan bening di sumber mata air, air comberan di
selokan-selokan hingga air limbah hasil kencing
pabrik-pabrik industri. Air ada dimana-mana. Bahkan Julukan yang pernah
disematkan kepada Indonesia sebagai paru-paru dunia, mengindikasikan bahwa air
melimpah disana, karena luasnya hutan yang ada. Namun, hari ini semua itu
tinggal kenangan.
Pernahkah anda membaca, menonton,
atau mendengar masyarakat di daerah lain di Indonesia kekurangan air, krisis
air? Biasanya hal tersebut terjadi di musim kemarau dan
sialnya ketika hal itu terjadi yang disalahkan adalah musim kemarau itu
sendiri. Tak sedikit yang menyebut bahwa kelangkaan air bersih tersebut
diakibatkan datangnya musim kemarau. Namun, apakah benar argumen tersebut
dilontarkan? Bahkan diucapkan oleh pejabat publik. Alam seyogianya memiliki
mekanismenya sendiri, dan pergantian musim merupakan mekanisme alam yang memang
sudah sepantasnya terjadi. Pertanyaan yang seharusnya diajukan pertama
adalah kepada pemerintah, mengapa pemerintah tidak menjamin masyarakatnya
mendapatkan air sepanjang waktu? Kedua adalah mengapa masyarakat tidak refleksi
terhadap gaya hidupnya dan menengok apa yang telah mereka lakukan kepada alam sehingga air susah didapatkan.
Dibalik semua permasalahan tentang
air di Indonesia. Kita akan mengerucut kepada dua hal yang berdampak sangat
besar terhadap ketersediaan air. Pertama adalah alih fungsi hutan/lahan
menjadi kawasan 'produktif'. Kedua adalah praktik privatisasi air yang dilakukan
oleh industri.
Pertama adalah terkait alih fungsi
hutan/lahan. Data Global Forest Resources Assesment tahun 2016 menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua negara yang mengalami kehilangan hutan. Jumlah tersebut dimerupakan perhitungan dari tahun 2012 sampai 2015, dimana 680.000 hektare hutan hilang setiap tahunnya. Jumlah tersebut tentunya terus membesar seiring berjalannya waktu hingga saat ini.
Kebutuhan industri menjadi dalih pemerintah
untuk melepas wilayah hutan/lahan dan daerah resapan air. Industri kelapa sawit
misalnya, membutuhkan lahan yang besar untuk menghasilkan minyak sawit yang
besar. Hal itu tentunya karena ekspor minyak sawit masih menjadi jualan andalan
Indonesia di kancah dunia. Hal lainnya adalah pengalih fungsian lahan untuk
menjadi kawasan perumahan dan kawasan gedung bertingkat. Kenapa hal tersebut
menjadi salah satu penyumbang terbesar krisis air? Kita ambil contoh bagaimana
Kawasan Bandung Utara (KBU) yang merupakan daerah resapan air kini sudah
berubah wujud menjadi kawasan perumahan dan kawasan industri pariwisata. Penyalahgunaan izin menjadi salah satu penyebab mengapa kawasan tersebut kini berubah wujud. Dampaknya cukup besar karena daerah resapan air menjadi berkurang.
Setidaknya dampak dari alih fungsi
hutan/lahan dan daerah resapan air tersebut akan merugikan masyarakat
sewaktu-waktu. Contoh yang sekarang sedang hangat adalah banjir bandang di Sentani, Papua. Hal tersebut terjadi salah satunya adalah karena hutan yang berfungsi untuk menyerap air hujan sudah habis di tebang secara liar. Ironis rasanya melihat
negeri yang mayoritas dikelilingi air tapi harus krisis air dan bahkan harus
tersapu oleh air itu sendiri.
Hal kedua yang merugikan
masyarakat tentang air adalah privatisasi air. Privatisasi air merupakan upaya
pihak-pihak tertentu untuk menguasai air yang dihasilkan alam menjadi komoditas
industri. Salah satu yang dekat dengan masyarakat adalah bermunculannya
merk-merk air siap minum yang dihasilkan oleh industri air minum dalam kemasan.
Air yang merupakan pemberian alam seharusnya menjadi hak setiap orang untuk mendapatkannya. Namun, kini justru harus diindustrialisasi dan masyarakat harus
membayar untuk mendapatkannya.
Kini banyak bermunculan merk-merk
seperti Kamu-A, Adez, Almesum, dan lainnya. Produk-produk tersebut merupakan
hasil dari privatisasi air yang dilakukan oleh industri. Industri air minum
tersebut bisa melakukan privatisasi air akibat ‘perselingkuhan’ yang
dilakukannya bersama pemerintah. Pemerintah seolah tidak memiliki tanggung
jawab atas air yang seharusnya diterima masyarakat. Pemerintah seolah
membiarkan pundi-pundi uang mengalir ke perusahaan dari air yang seyogianya
menjadi hak setiap orang untuk mendapatkaannya. Jika ada pertanyaan,
perselingkuhan apa yang berdampak sangat besar dalam kehidupan masyarakat?
Jawabannya adalah perselingkuhan antara pemerintah dan industri. Sungguh sangat
culas!
Timbul pertanyaan besar, bagaimana
sebenarnya yang dimaksud Tanah Air Indonesia itu? Mungkin jawabannya seperti parodi lagu Kolam Susu ini, yaitu Tanah harus beli dan Air juga harus beli, jika ingin tetap tingal di Indonesia
‘tercinta’ ini.
Sidang Umum PBB ke-47 yang
diselenggarakan pada 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil menghasilkan
konsensus bahwa perlunya konservasi terhadap air. Dalam sidang tersebut
ditetapkan bahwa setiap tanggal 22 maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia (World Day for Water) tujuan nya tidak
lain adalah untuk menarik perhatian publik akan pentingnya air dan
pengelolaan sumber air yang berkelanjutan.
Tepat hari ini, 22 Maret 2019
adalah peringatan ke-26 Hari Air Sedunia. Jadi, mengapa di negara-bangsa
Indonesia yang menggunakan prasa Tanah Air masyarakatnya kekurangan air, dan
bahkan harus mengeluarkan uang untuk mendapatkannya? Mari kita refleksikan bersama.
Selamat
Hari Air Sedunia!
Comments
Post a Comment