Berdagang Darah

Dokumentasi Pribadi


Buku ini bercerita mengenai seorang cucu, anak, pemuda, suami, ayah, yang menjadi pedagang darah. Selepas roh bapaknya terbang dan ibunya lari bersama lelaki lain. Ia hidup bersama paman ketempat dan kakeknya. Disebuah desa yang dikenal sebagai desa para penjual darah. 

Setiap tiga bulan sekali, para lelaki dewasa pergi ke rumah sakit di kota untuk menjual darah. Dalam sekali jual, dua mangkuk darah/400 ml disedot dari dalam tubuhnya. Sebagai imbalan uang 35 yuan mereka dapatkan.

A Fang dan Genlong yang pertama mengajak ia untuk menjual darah. Katanya, sekali jual darah ia bisa gunakan untuk kawin. Xu Sanguan, lelaki yang ditinggal bapak dan ibunya itu pun ikut bersama mereka. Benar saja, sekalinya jual darah ia bisa dapatkan uang yang cukup banyak.

Uang itu ia gunakan untuk mentraktir Xu Yulan, si Putri Cakwe. Bukan tanpa maksud, itu adalah cara untuk mengawininya. Hanya dengan hati babi goreng, dua liang arak kuning hangat beserta camilan lainnya di Restoran Kemenangan. Ia bisa mengawini Xu Yulan si Putri Cakwe itu.

Padahal Xu Yulan sudah punya lelaki, He Xiaoyong, teman minum arak bapaknya. Namun, bapaknya lebih memilih Xu Sanguan dari pada He Xiaoyong, selain karena sudah lebih lama bekerja di pabrik sutra. Marga yang sama, Xu, menjadi alasan ia dikehendaki bapaknya. Jadilah mereka kawin.

Sembilan tahun kawin mereka adem-ayem. Xu Yulan hanya dongkol saat 3x melahirkan. Sebabnya karena ia berjuang menahan sakit, sedangkan Xu Sanguan berdiri diluar pintu sambil terkekeh mendengar teriakan Xu Yulan. Jadilah ketiga anaknya pun dinamai, Xu Yile, Xu Erle, dan Xu Sanle.

Senang Satu, Senang Dua, dan Senang Tiga adalah arti dari nama ketiganya. Nama mereka 'senang' sebab saat proses kelahirannya, Xu Sanguan merasakan kesenangan hati yang luar biasa, berbanding terbalik dengan Xu Yulan yang menahan sakit saat melahirkan.

Perkara mulai datang saat para tetangga mulai membicarakan Yile yang tidak memiliki ciri Xu Sanguan di wajahnya. Sampai suatu hari Xu Yulan mengatakan sebelum kawin dengannya. Ia pernah didorong sampai ke tembok dan dibawa ke ranjang oleh He Xiaoyong saat bapaknya pergi ke kakus.

Mendengar itu Xu Sanguan marah bukan main. Yile yang awalnya anak yang paling dibanggakannya kini menjadi seolah orang lain dihidupnya. Pernah suatu ketika, saat Yile menghajar kepala anak Fang Tukang Besi hingga pecah, ia tak sudi untuk mengganti biaya rumah sakit.

Hal itu karena Yile ternyata bukan anak kandungnya. Melainkan anak keparat He Xiaoyong. Saat Fang Tukang Besi datang mengambil barang-barang dirumahnya, ia diam saja. Ia pasrah barangnya diambil sebab tak punya duit buat ganti biaya rumah sakit. Ia kembali menjadi pecundang.

Namun, Xu Yulan terus menangis meratapi rumahnya yg kosong tanpa barang. Akhirnya, setelah 10 tahun sejak pertama kali jual darah ia kembali ke rumah sakit bertemu Li Kepala Darah. Ia menjual darah demi mendapatkan uang untuk menebus kembali barang yang dibawa Fang Tukang Besi.

Lambat laun, selepas si keparat He Xiaoyong mati. Xu Sanguan mulai menerima Yile seperti sedia kala. Bahkan kini ia sudah anggap dirinya ayah kandung Yile. Bersamaan dengan itu, orang-orang dengan tali merah di lengannya mulai bermunculan. Mereka mencari para pembangkang.

Xu Yulan yang diketahui pernah 'jahat' tak luput diarak. Ia di kumpulkan bersama yang lain di lapangan nesar. Rambutnya dicukur setengan botak menyerupai Yin dan Yang. Setiap hari Xu Yulan duduk di pinggir jalan dengan papan kayu menggantung di lehernya bertuliskan "AKU PELACUR".

Kisah Xu Sanguan seorang pedagang darah tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Jual darah yang harusnya dilakukan tiga bulan sekali, kini ia lakukan 3-5 hari sekali, sepanjang perjalanan menuju Shanghai. Itu ia lakukan demi kesembuhan Yile yang sakit parah.

Kisah pedagang darah ini penuh intrik yang terjadi. Mulai dari tradisi di keluarga, masyarakat, hingga gejolak politik tergambar disini. Cinta kasih suami dan ayah akan diuji dalam cerita. Bagaimana perlakuan anak kepada ayah pun akan tergambar didalamnya.

Walaupun tidak disebut secara langsung, namun jalan cerita menunjukan bahwa latarnya terjadi sebelum, saat, dan setelah Revolusi Kebudayaan Mao Zedong. Sebuah gerakan sosial-politik yang menjadi tolok ukur perubahan cina secara menyeluruh.

Mulai dari pelosok desa hingga ke pusat kota. Dari pegunungan hingga ke perairan. Semua itu menjadi latar bagaimana cerita ini terjadi. Dibalik 'gagah'nya Revolusi Kebudayaan tersebut, ada kisah seorang pedagang darah yang rela menantang nyawa demi kebahagian keluarganya.

Pada akhirnya Xu Sanguan kembali bisa menyantap hati babi goreng dengan dua liang arak kuning hangat di Restoran Kemenangan berdua, bersama Xu Yulan. Seperti pertama kali Xu Sanguan mentraktir Xu Yulan makan ditempat yang sama.


PDL. 21 Maret 2020

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali