Pecundang Teriak Pecundang

Tangkapan Layar atas Tweet @fadjroel

Para pecundang politik mencoba mengail keuntungan di tengah kesulitan masyarakat melawan Covid-19. Kita catat perilaku mereka, selain melawan Covid-19, kita bersama melawan para pecundang politik. Insya Allah kita menjadi pemenang! Ber-sama2 dalam #GotorngRoyongKemanusiaan ~ FR

Itulah petikan dari kicauan Fadjroel Rachman, juru bicara presiden yang diunggah di akun twitter miliknya @fadjroel pada 22 Maret 2020 pukul 13.36 WIB. Oh ya, sebagai informasi akun twitter miliknya ini walaupun sifatnya pribadi tetapi ia dipegang oleh sebuah tim. Yang membedakan apakah kicauannya dilakukan oleh ia sendiri atau oleh tim adalah tanda “~ FR” diakhir. Apabila tanda tersebut muncul maka itudalah kicauan dia secara langsung. Begitu.

Fadjroel tentunya memiliki kepentingan atas hal tersebut. Mengingat posisinya sebagai juru bicara presiden, dimana saat ini tegah dipertanyakan kerja kolektif dari kabinet dan jajarannya dalam menangani wabah Covid-19. 
Masyarakat twitter tentunya beraksi atas hal tersebut. Ada yang dengan tetap santun mengingatkan kondisi yang saat ini terjadi. Ada pula yang secara terang-terangan mengungkapkan kegeramannya atas kicauannya.

Akan tetapi, apa sebenarnya yang Fadjroel maksud dalam kicauannya tersebut? Seolah-olah ia begitu nista atas apa yang ia lakukan. Mari kita coba sedikit mengulas ketiga kalimat dalam kicauan tersebut.

Kalimat pertama, “Para pecundang politik mencoba mengail keuntungan di tengan kesulitan masyarakat melwan Covid.” Jika kita bagi kalimat tersebut ke dalam struktur kalimat SPOK, maka Subjek yang dimaksud adalah Para pecundang politik. Predikat yang dimaksud adalah mencoba mengail. Objek yang dimaksud adalah keuntungan, dan Keterangan yang dimaksud adalah di tengah kesulitan masyarakat melawan Covid-19. Kalimat ini bersifat eksposisi, yaitu ingin menyampaikan, menerangkan, menjelaskan dan scenderung menuduh kepada para pembacanya bahwa dalam situasi yang dihadapi saat ini terdapat orang-orang yang tergolong sebagai pecundang politik.

Kalimat kedua, "Kita catat perilaku mereka, selain melawan Covid-19, kita bersama melawan para pecundang politik.” Kata kita yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah Fadjroel beserta orang-orang yang sekiranya satu barisan dengan Fadjroel. Sedangkan mereka adalah para pecundang politik yang dimaksud Fadjroel pada kalimat sebelumnya. Sedangkan kata melawan disini menekankan bahwa kita sedang berada dalam situasi dimana didepan ada musuh yang menghadang. Fadjroel menekankan kepada orang-orang yang sebaris dengan ia untuk tidak hanya melawan Covid-19, akan tetapi ikut melawan para pecundang politik. Kalimat ini bersifat persuasiif, mengandung ajakan, seruan untuk melawan dua musuh yang dihadapi, yakni Covid-19 dan Para pecundang politik.

Kalimat ketiga, “Insya Allah kita menjadi pemenang! Ber-sama2 dalam #GotorngRoyongKemanusiaan ~ FR”. Kalimat ini bersifat persuasif dengan diawali frasa optimisme di awal kalimat. Fadjroel mengajak untuk bersama dalam menghadapi masalah kemanusiaan yang kini sedang terjadi. Dalam kalimat ia menggunakan tagar #GotongRoyongKemanusiaan sebagai penekanan bahwa ia ingin eluruh pihak bahu-membahu dalam mengatasi wabah ini. Namun, Fadjroel tetap menekankan bahwa selain Covid-19 yang harus dikalahkan, ada Para pecundang politik yang perlu situmpas. Kata pemenang yang dimaksud itu tidak hanya berkorelasi dengan Covid-19. Akan tetapi, ia tetap terhubung dengan Para pcundang politik yang sejak awal ia tekankan. 

Dari kicauan Fadjroel tersebut nampaknya masih terdapat hal yang ganjil. Istilah ‘pecundang politik’ yang dipakai begitu sangat abstrak. Alternatif pertama saat orang membacanya biasanya adalah merujuk kepada lawan politik dari atasannya. Baik itu lawan politik elit maupun di akar rumput. 

Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pecunda memiliki makna: (1) yang kalah; yang dikalahkan; kecundang. (2) orang yang menghasut. (3) orang yang menipu. Sedangkan kata politik mengandung makna: (1) pengetahuan, mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan. (2) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. (3) cara bertindak (dalam menghadapi atau menangangi suatu masalah); kebajikan.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud ‘pecundang politik’? setidaknya ada beberapa definisi yang bisa saya ajukan berdasarkan makna diatas. (1) orang-orang yang kalah dan/atau dikalahkan dalam suatu siasat mengenai pemerintahan. (2) orang yang menghasut dan/atau menipu menggunakan pengetahuan-pengetahuan tentang negara dan ketatanegaraan.  Dari kedua definisi tersebut nampaknya masih belum memadai dalam memahami kicauan Fadjroel. 

Penjelasan lebih lanjut dapat kita temui dari kicauan-kicauan di akun @fadjroel selanjutnya. Ia memberi contoh ‘pecundang politik’ dengan membagikan artikel-artikel yang memuat berita orang yang ‘diamankan’ akibat melakukan tindakan-tindakan yang mreesahkan masyarakat. Seperti artikel yang menerangkan seseorang ditangkap akibat menyebarkan hoax “Jokowi Positif Corona” di Payakumuh, Sumatera Barat. Lalu, artikel yang menerangkan bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Utara menangkap orang yang menyebarkan hax “Istana Lockdown”. Semua penjelasannya dapat ditemui di akun @fadjroel itu sendiri.

Sekarang kita mulai memiliki amunisi yang memadai mengenai apa yang dimaksud ‘pecundang politik’ disini. Berdasarkan dua keterangan utama sebelumnya, yaitu melalui penelsuran makna berdasarkan KBBI dan penjelasan Fadjroel melalui contoh yang ia berikan, dapat diajukan definisi ‘pecundang politik’ sebagai berikut: (1) orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan yang berdampak pada keresahan masyarakat dan stabilitas pemerintahan. (2) orang-orang yang kalah dan/atau dikalahkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sehingga melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu jalannya pemerintahan.

Dengan kondisi dimana Covid-19 yang semakin hari semakin meningkat jumlah kasusnya, barangkali apa yang dimaksud Fadjroel ‘pecundang politik’ benar adanya. Yaitu orang-orang yang berupaya mengganggu stablitias pemerintahan dan meresahkan masyarakat dengan berita negatif ataupun hoaz yang beredar. Sampai situ, asumsi Fadjroel mungkin dapat dikatakan benar. 

Namun harus diingat kembali, jika indikator ‘pecundang politik’ hanya seperti itu, maka pihak pertama yang menjadi ‘pecundang politik’ bukanlah mereka-mereka yang bersuara ‘keras’ kepada pemerintah. Justru ‘pecundang politik’ pertama dalam situasi ini adalah mereka-mereka yang dengan serampangan menebar optimisme busuk tanpa didasari landasan ilmah yang kuat.

Tengok saja bagaimana para pejabat dilingkungan istana dengan gampang meremehkan fenomena yang dinegara lain sudah merebak. Disaat negara lain mengisolasi kota-kotanya. Pejabat di Indonesia malah memberikan promosi pariwisata bagi wisatawan. Guyonan yang mereka lontarkan pun sangat tidak beretika, sebagai pejabat publik mereka-mereka tidak hanya dibekali etika publik yang busuk. Guyonan seperti: Susu kuda liar; banyak minum jamu; kebal virus karena terbiasa makan nasi kucing; virus tidak akan bisa masuk karena perizinan yang berbelit-belit; virus corona bisa sembuh sendiri; adalah guyonan yang keluar dari mulut-mulut yang berbisa.

Jadi, siapa sebenarnya yang dimaksud ‘pecundang politik’? pecundang politik ialah mereka-mereka yang dengan kesombongannya menebar optimisme busuk, merasa dirinya kuasa atas  kondisi yang terjadi di dunia, tiddak memiliki arah mitigasi yang jelas sehingga yang dirugikan tetap masyarakat, dokter, tenaga medis. Pemerintah yang seharusnya hadir menolong rakyat, kini sebaliknya, malah rakyat yang hadir menolong pemrintah. Menolong dari kesombongannya, menolong dari ketidakbecusannya. Menolong dari kegugupannya. Maka, yang terjadi adalah pecundang teriak pecundang. 

Sebagai informasi, khususnya kepada Fadjroel, bahwa penulisan Insya Allah yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah insyaallah, dengan tidak memisahkan kata insya dan kata allah. Kemudian dalam struktur kalimat Bahasa Indonesia tidak terdapat pengulangan kalimat yang diganti oleh “2”, Jadi, bukan Ber-sama2, tetapi cukup ditulis bersama-sama, selain mendukung kepada kerapihan kalimat, hal tersebut mendukung kepada kerapihan pikiran.

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali