Mengembalikan Ingatan: Menjadi Bagian Coconut

Berwibawa, gagah, keren, mungkin beberapa alasan sejak SD aku nyemplung menjadi bagian dari gerakan yang dirintis oleh Lord Baden Powell. Orang Inggris yang dianggap pahlawan di negaranya, namun tidak di negara-negara afrika.

Di Indonesia gerakan tersebut menjelma bernama Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka). Aku sendiri tidak mengetahui sampai saat ini maksud dari adanya gerakan itu. Meskipun sejak SD aku sudah beberapa kali menjadi Pemimpin Regu, Komandan Peleton, Pratama Putra dan ‘jabatan’ lainnya.

Gerakan ini terkenal dengan lambang tunas kelapa nya. Ya, simbol tunas kelapa dipilih sebab ia bisa tumbuh dimana saja dalam kondisi apa saja. Sehingga para pegiat di gerakan ini harus bisa menjadi apa saja, di mana saja, kapan saja, dan bagaimana pun kondisinya ia harus tetap ‘kuat’ seperti tunas kelapa. Sebuah filosofi yang membumi. Setidaknya itu yang aku ingat sampai sekarang.

Perjalanan ku berada di lingkaran gerakan ini terus berlanjut hingga SMP. Motivasi makin bertambah tatkala melihat senior yang beberapa sudah menggunakan seragam. Menjadi aparat setelah mengikuti gerakan ini. Wah, sungguh menarik, ingin aku seperti mereka. Pikirku demikian.

Perjalanan kepramukaan berakhir di SMP. Setelah itu, persis aku tidak pernah mengikuti kegiatan ini kembali. Bukan karena sudah memiliki pandangan ideologi lain, hal itu lebih disebabkan karena rasa malas berkegiatan ekstrakurikuler. Kemalasanku di dukung oleh kebijakan sekolah yang tidak mewajibkan siswanya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Setelah tidak mengikuti kegiatan beberapa lama, lantas menyaksikan kondisi kepramukaan yang beberapa diantaranya menjadi viral aku sedikit terpancing mengenang kegiatan yang pernah kulakukan.

Aku akui beberapa kegaitan diantaranya tidak memiliki esensi apapun. Seperti ospek yang lebih dekat terhadap praktik pelonco. Namun, diluar itu, beberapa kegiatan diantaranya aku ikuti dengan senang dan damai. Selama menjadi bagian gerakan itu, belum pernah aku mengalami makan dengan alas tanah. Ataupun hal lain yang memperlihatkan kebodohan mereka sebagai manusia. 

Bagi mereka yang memiliki cita-cita menjadi aparat entah int atau isilop, Pramuka biasanya menjadi gerbang awal dalam ‘menggembleng’ diri. Sebelum masuk ke Paskibra, dan lainnya. Tak jauh dari kehidupan doktrinasi int dan isilop. Pramuka pun pada dasarnya menerapkan metode yang hampir sama. Hanya tingkatannya yang lebih kecil disesuaikan dengan para pesertanya.

Gerakan coconut –aku menyebutnya demikian saat ini- setidaknya memberi sedikit pengalaman yang ‘liyan’. Ia pernah hadir sebagai acuan dan hilang bak daun yang berguguran dari pohonnya. Ia jatuh tanpa meninggalkan beban masa lalu dan menimbulkan masalah di masa depan.



PDL, 22 April 2020

Comments

Popular posts from this blog

Fitur Unggulan Ponsel

Asep, Kopi dan Rokok

Jangkrik