Apersepsi: Pengantar Sebelum Memulai Pelajaran

Selamat pagi anak-anaku sekalian. Semoga hari ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Semoga masalah-masalah yang ada dalam diri maupun keluarga senantiasa ada. sehingga, kita masih bisa terus berpikir.

Seperti biasa, sebelum kita memulai pelajaran hari ini alangkah baiknya untuk merenungkan terlebih dahulu masalah-masalah esensial yang terjadi belakangan ini. Bapak tahu, kalian semua datang kesekolah ini bukan karena kehendak pribadi, melainkan kehendak orang tua kalian, yang menginginkan anaknya pintar dan bisa lulus dari sekolah untuk melanjutkan ke sekolah/kampus paporit.

Tenang, tidak perlu risau. Meskipun kedatangan kalian tidak dibarengi kehendak pribadi, namun kalian harus tahu bahwa Bapak pun datang bukan atas kehendak pribadi. Melainkan atas kehendak gaji yang akan diterima di awal bulan. Dari sini setidaknya kita setara, bahwa kedatangan kita semua bukan atas kehendak pribadi, melainkan kehendak yang bersumber dari luar diri kita.

Baiklah, untuk renungan pertama, sebaiknya kita mencoba untuk merenungkan masalah esensial yang senantiasa hinggap di pagi hari. Ya, keinginan burit untuk membuang ampas makanan yang sebelumnya kita makan. Yang patut kita renungkan adalah mengapa keinginan tersebut senantiasa datang saat kita sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Kenapa saat kita adus, hal itu tidak menghampiri. Disitulah letak permasalahannya. Sebab, saat itu kita akan dihadapi oleh dua pilihan. Kembali membuka celana lalu jongkok–atau duduk–di kamar mandi membiarkan ampas tersebut keluar. Atau kita tahan sampai saatnya tiba disekolah. Lalu melanjutkannya di toilet sekolah yang kadang kebersihannya memprihatinkan.

Mengapa demikian anak-anakku?

Salah satu alternatif jawabannya ialah hakikat dari ampas itu sendiri. Begini ceritanya: Yang kita kenal saat ini sebagai ampas pada awalnya adalah semacam adonan yang dipakai orang-orang terdahulu merekatkan bebatuan untuk melindungi mereka dari panas matahari dan gempuran air hujan. Ya, itu benar. Ampas dulu memiliki fungsi yang esensial sebagai pelindung manusia dari panas dan dingin. Sebabnya tak lain karena orang-orang terdahulu sering mengalami masuk-angin karena begitu cepat perubahan antara panas dan dingin. Tubuh mereka tidak kuat mengalami perubahan drastis seperti itu. Dengan permasalahan seperti itu, membuat otak mereka berpikir lebih keras untuk membuat suatu hal yang bisa memecahkan masalah. Dan, karena setiap saat orang-orang itu melihat ampas teronggok tak berdaya di balik pasir, maka mereka berinisiatif memanfaatkannya sebagai perekat.

Anak-anaku sekalian yang semoga tidak dicintai Tuhan.

Pernahkah kita mengasosiasikan ampas tersebut sebagai sesuatu hal yang kotor? Entah itu kotor yang dimaksud berdasarkan aroma, tekstur, warna, maupun hal lain yang sekiranya membuat ampas itu kotor. Tak apa, jika kalian pernah mengalami yang demikian. Bapak pun pernah mengalaminya. Lagi-lagi kita setara disini. 
Begitu berjasanya ampas dalam hakikat hidup manusia, sehingga orang-orang itu pun mulai berpikir mengenai mekanisme ampas terjadi. Sebelumnya, kita sudah menyinggung bahwa ampas-ampas yang ada di balik pasir itu berasal dari sisa makanan yang tidak memerlukan penyerapan nutrisi lebih lanjut. Artinya, mesin yang ada dalam tubuh kita mengkategorikan sisa makanan tersebut sebagai ampas yang perlu dikeluarkan. Sebab, jika tidak dikeluarkan, akan mengganggu fungsi-fungsi yang lain. 

Pada titik itu, orang-orang terdahulu menemukan kunci bahwa ampas-ampas yang digunakan sebagai perekat esesnsinya berasal dari tubuh mereka sendiri. Jadi, bukan ampas itu sebenarnya yang menyelamatkan hidup mereka. Tapi tubuh mereka sendirilah yang menjadi penyelamatnya. Bukan lain hal yang berasal dari luar dirinya. Penyelamat itu berasal dari dalam dirinya. Sampai kemudian hari, orang-orang tersebut mengganggap ampas yang ada tidak memiliki nilai yang berarti, sebab yang memiliki nilai adalah tubuh mereka sendiri. Tubuh yang menjadi produsen ampas-ampas tersebut. Jadilah, ampas-ampas itu kita kenal sebagai kotoran. Sebab mereka mengangapnya demikian setelah berpikir lebih lanjut. Hal itu senantiasa diturunkan hingga generasi kita yang hidup di penghujung akhir zaman.

Anak-anakku sekalian yang semoga membangkang kepada orang tua.

Lantas apa kaitannya keinginan mengeluarkan ampas di pagi hari dengan pelajaran yang akan kita lakukan sesaat lagi? Jawabnya ada pada liang-liang dubur masing-masing. Untuk itu, silahkan anda rasakan bagaimana kerod salawe itu berfungsi menahan ampas agar tidak ambrol. Tidak jebol. Sebab, kerod salawe menjadi rem paling canggih di seluruh generasi kehidupan. Secanggih apapun teknologi pengereman lahir, itu tidak akan pernah bisa menandingi kebesaran rem kerod salawe.

Setiap hal yang ada di dunia ini ada sebab memiliki tugasnya masing-masing. Seperti ampas yang mengalami beragam tugas sepanjang hidupnya. Termasuk diri kita sebagai manusia, masing-masing memiliki tugas yang diemban. Tugas apa itu? Jawabnya ada pada masing-masing pusar kalian. Lihatlah bagaimana pusar anda terbentuk. Menjorok kedalam atau sebaliknya. Lihatlah. Teliti baik-baik. Sebelum anda memutuskan akan menjadi apa. Sebab, masa depan kalian akan ditentukan berdasarkan tugas yang Anda emban. Dan tugas itu ada dalam pusar yang kalian miliki.

Namun demikian, jika Anda tidak memiliki pusar, jangan khawatir. Itu bukan berarti anda tidak berguna hidup sebagai manusia. Tidak. Anda tidak perlu takut. Yang perlu anda lakukan hanya satu hal: memainkan perut kalian seperti ombak di lautan. Bagaimana caranya? Sila tanya pada rumput yang bergoyang.

Anak-anaku sekalian yang semoga terus dikejar debt collector.

Kini kita tiba pada saat yang berbahagia. Dengan Selamet Raharja kita akan beradegan di ruang teater kecil Taman Ismail Masrukhi. Disana kita akan menemukan jawaban sementara tentang renungan mengenai ampas dan hal-hal lain yang tak pernah selesai. Atau kita disana akan menemukan pelarangan atas mencintai bunga-bunga. Sehingga, bilangan-bilangan hu, fu, desimal, dan lainnya. Bisa kita gunakan sebagai jawaban matematis terhadap msalah ampas tersebut.

Semoga renungan pagi ini bisa menambah masalah dalam hidup kita. 

Semoga Tuhan senantiasa menurunkan tangga bagi manusia untuk bisa naik ke atas genting. Menggantinya dengan genting yang baru, sebelum hujan kembali turun.

Salam.



13 Juni 2020 

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali