Kisah-Kisah Satu Alinea

/1/ Randi, suatu hari melihat sepasang manusia sedang berdiri di pojokan sekolah. Penasaran, ia mencoba mendekat. Ia jongkok di sudut yang tak terjangkau oleh keduanya. Tidak begitu jelas. Ia kembali mendekat, dan jongkok di balik meja yang ada di luar kelas. Jika keduanya berbalik mungkin ia akan terlihat. Keduanya sedang berdiri, badan mereka bergoyang dan bergetar, seperti wayang yang sedang dimainkan dalangnya. Ia semakin penasaran. Ditunggui lah keduanya. Sampai suatu waktu, keduanya berbalik, dan tahulah ia bahwa mereka sedang adu panco. Mereka adalah Dimar dan Yuzak.


/2/ Di trotoar yang terbuat dari aspal, mereka berjalan beriringan. Di depannya terlihat seorang lelaki dengan pakaian hijau-hijau. Memakai topi hitam. Bersepatu kets. Ditangannya melilit tali kur yang berbuah peluit. Sementara itu, di belakang, seorang lelaki lain dengan hijau-hijau yang sama. Dengan topi berwarna merah. Berjalan santai seperti tidak ada babi yang mengejarnya. Di tengah, diantara Lelaki Hijau-Hijau Depan dan Lelaki Hijau-Hijau Belakang. ada seorang wanita dengan tas belanja yang menggantung di tangan kanannnya. Penuh sesak. Beberapa daun bawang terlihat menyembul. Di tangan kirinya ia menggenggam dompet. Bentuknya balok, terlihat ada tiga resleting yang menutup harta di dalamnya. Lelaki Hijau-Hijau Depan sudah melaju menjauhi Lelaki Hijau-Hijau Belakang dan Wanita Tas Belanja di antaranya. Dari sebrang Lelaki Hijau-Hijau Depan, melesat seekor kucing menyebrang jalan. Di sebelah kiri Wanita Tas Belanja melompat seorang tua ke dalam selokan. Sementara di atas Lelaki Hijau-Hijau Belakang, seekor burung melintas membawa surat menuju kantor pos. 


/3/ Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Sementara aku sejak semalam tidak mengeluarkan barang setetes pun air kehidupan dari si Bonbon. Kau tahu itu kan, sebab kau bersamaku sepanjang malam. Ah, perkara apalagi yang akan terjadi di depan. Apa yang salah dengan si Bonbon? Seolah kehadirannya di tempat ini menimbulkan masalah setiap minggu. Persis seminggu yang lalu seekor tikus datang menuntut pertangung jawaban dari si Bonbon. Lagi-lagi, aku yang harus pusing mengurus masalah-masalah yang tidak pernah aku lakukan. Dua minggu yang lalu lebih aneh lagi. Seekor ular datang menghampiri kediamanku dan berteriak menuntut si Bonbon keluar. Sebab, menurutnya, si Bonbon telah membuang sampah sembarang. Lagi-lagi, aku yang menjadi sasaran sumpah-serapah ular itu. Sementara, untuk masalah ini, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Sembari menunggu perkembangan lebih lanjut, sebaiknya aku melanjutkan latihan agar suaraku tidak kalah dengan uikan babi.


/4/ Begitu pintarnya orang-orang memanfaatkan situasi. Di saat-saat genting pun mereka masih bisa melihat peluang bisnis. Peluang yang akan menambah tebal isi dompet mereka. Tapi tidak dengan isi rekening. Sebab, kebanyakan dari mereka adalah golongan A-Rek. Aku mengetahui gelagat itu saat tetanggaku baru saja mengalami musibah. Tak tanggung-tanggung. Musibah yang menimpanya adalah seekor anjing yang kedapatan sedang mencumbu anak perempuan semata dalangnya. Malam itu, saat tetanggaku tertidur, terdengar grasak-grusuk dari arah kamar anaknya. Semakin lama semakin keras. Ia pun bangkit, lantas melihat apa yang terjadi sebenarnya. Pintu itu terkunci. Ada apa gerangan, pikirnya. Tak pikir panjang ia pun mendobrak pintu, dan di dapati bahwa anak semata dalangnya sedang membuka lebar kedua kakinya. Dengan seekor anjing berada diantaranya. Tak ayal, hal itu membuat seisi kampung heboh. Di malam hari seperti itu, seseorang tiba-tiba datang. Dan membuka samak di depan kediaman tetanggaku itu. Apa yang kau lakukan, tanyaku. Siapa tau ada orang yang ingin membeli pulsa dan/atau paket data untuk membuat apdetan di media sosialnya, terangnya.


/5/ Bagaimana jadinya saat seorang yang tidak ada mengharapkan keadaannya? Entahlah, pikiran itu muncul begitu saja. Beberapa orang pernah mengalami demikian. Tanpa sebab-musabab yang jelas. Pikiran itu terlintas dan menyisakan suatu pertanyaan. Apakah kau juga pernah mengalami hal yang sama? Jika, iya. Mari ikut bersamaku untuk membentuk suatu Persekutuan Penafsir Pikiran-Pikiran Selintas.


/6/ Ada berapa Bintang di bumi? Yang jelas banyak. Di Indonesia saja aku yakin Bintang berkeliaran di seantero negeri. Hanya saja aku tidak memiliki akses untuk melihat data kependudukan. Jika aku membuat suatu perusahaan, kemudian bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri. Aku bisa saja memperoleh data kependudukan itu. Dan data yang aku peroleh itu bisa aku gunakan untuk meraup keuntungan sekecil mungkin. Sebab, semakin banyak keuntungan, maka pajak yang harus dibayarkan kepada perantara itupun akan semakin besar.


/7/ Kau tahu, bahwa ada orang-orang yang mengisi waktu sebelum tidurnya adalah menuliskan kalimat-kalimat yang sekenanya. Apa yang ada dipikirannya akan ia tuliskan begitu saja. Di sebuah program pengolah kata, bajakan pula, dengan tanda merah yang melekat di atas tampilan muka program. Ia akan terus menulis apa-apa yang melintas di otaknya. Sampai tiba saatnya ia akan berjumpa dengan monster-monster yang akan membawa matanya kedalam Lorong Waktu. Ya, begitu.


/8/ Kini Toni berpikir apa yang harus ia pikirkan selanjutnya? Sebelumnya ia berpikir bahwa ia harus memikirkan suatu pikiran yang nantinya akan ia pikirkan untuk dipikir-pikir. Sekarang, ia mencoba untuk memikirkan hal-hal yang sebelumnya ia pikirkan untuk berpikir bahwa ia harus memikirkan suatu pikiran yang nantinya akan ia pikirkan untuk dipikir-pikir. Selanjutnya, ia akan kembali berpikir tentang pikirannya yang akan memikirkan sesuatu padahal sebelumnya ia sudah berpikir bahwa ia harus memikirkan suatu pikiran yang nantinya akan ia pikirkan untuk dipikir-pikir. Sampai akhirnya, Toni masih berkutat pada pikirannya yang masih berpikir atas apa yang akan ia pikirkan melalui pikiran yang berpikir bahwa ia harus memikirkan suatu pikiran yang nantinya akan ia pikirkan untuk dipikir-pikir.


/9/ Apa itu kebudayaan, tanya seorang peserta diskusi. Aku hanya diam saja. Kebudayaan adalah apa-apa yang manusia lakukan, jawab salah seorang yang berdiri di depan. Aku tidak tahu apa maksud dan tujuan orang yang berdiri di depan itu berdiri. Sejak awal aku lihat ia bolak-balik, mondar-mandir, kesana-kemari, berbicara ini-itu, tanpa aku tahu apa sebenarnya yang ia lakukan. Kini ada orang lain, yang duduk dan bertanya: Apa itu kebudayaan? Lalu, seorang yang sedari tadi berdiri menjawab: Kebudayaan adalah apa-apa yang manusia lakukan. Apa sebenarnya yang terjadi? Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku pun makin tidak mengerti mengapa aku berada di tempat ini. Seingatku, tadi pagi aku masih berada di ruangan lain, di daerah dataran tinggi. Aku diam di sebuah papan yang menyatu dengan kursi. Yang bisa di kesampingkan jika ada orang yang akan duduk. Nah, persis aku diam disitu. Kini, aku berada di sini. Entah dimana. Jadi, apa itu kebudayaan? Lagi-lagi pertanyaan itu tergores di tubuhku.


/10/ Pernahkah kau merasakan sesuatu yang begitu berat berada di punggungmu? Ya, tidak salah lagi. Itu adalah satu karung beras yang musti kau bawa masuk. Sebab, jika kau tidak menginginkannya, kau tidak akan membelinya tadi di pasar. Beras kwalitet nomor dua, dari bawah lagi, yang akan memberi makan perut-perut yang bergelambir itu. Ya, bergelambir. Lihat saja jika kau tak percaya.




15 Juni 2020

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali