Ada Orang

Ada orang yang jarang ngomong. Sekalinya ngomong malah nyalahin orang. Keberadaannya seperti hilang ditelan bumi. Atau bisa jadi ia bekerja, hanya saja dalam senyap dan sunyi. Jadi, orang-orang tidak mengetahui bahwa ia bekerja. Yang orang tahu adalah dia sedang istirahat, setelah energinya terkuras habis untuk memperkenalkan diri. Kesegala pelosok negeri.

Ada orang yang lebih muda. Sekalinya bekerja malah marah-marah. Bilangnya tidak ada visi dan misi orang lain. Hanya visi dan misi si Orang Muda itu. Tapi ujung-ujungnya malah marah kepada orang yang ia tunjuk sendiri. Ditambah lagi, marahnya itu tidak jelas. Antara marah betulan atau marah beneran. Ia lebih muda, energinya lebih banyak, meskipun sempat memperkenalkan diri kepelosok negeri yang sama. Tapi, ia masih kuat untuk terus jalan. Tidak istirahat terlebih dahulu. Sebab, masih banyak hutan, laut, sawah, kebun, dan tempat-tempat lainnya untuk dibabat habis.

Ada orang-orang yang sudah pensiun. Dari dinas keaparatan. Dipundaknya sudah tidak ada bulan. Pakaiannya sudah tidak nyiripit. Tapi, mereka tetap berkuasa. Sendiri-sendiri. Meskipun statusnya masih bawahan orang lain. Tapi, itu hanya formalitas. Di balik itu semua, mereka adalah raja. 

Ada orang yang masih muda. Memiliki portofolio mentereng. Dalam organisasi maupun relasi. Dalam bisnis maupun sekedar hura-hura. Mereka merapat. Mengikuti relasi yang ditemuinya di organisasi. Ataupun relasi dari sanak famili. Semakin rapat. Semakin dekat. Dan berhasil loncat dengan tali penghubung yang ikut dibawa.

Ada orang yang melihat atraksi. Di pinggir arena. Bersorak ria sepanjang pertunjukan. Ada yang mengapresiasi, setelah mendapat nasi. Ada yang menghujat, sebelum akhirnya dipecat. Saling sahut. Bermain pagar. Semakin panjang pagar itu. Tapi tak bisa memperlihatkan batas yang jelas. Di sela-sela pertunjukan ada beragam hadiah. Dengan persyaratan membuat pagar dan mengikuti si empunya hadiah.

Orang-orang berbondong-bondong datang ke kantos pos. Memakai sepeda motor. Dari matic hingga ber-kopling. Dari 110 hingga 250 cc. Ada pula yang mengandalkan kekuatan betis dan dengkul. Kebanyakan sudah tua renta. Yang lebih muda lebih memilih berkendara. Ada yang menggelantung di lehernya. Ada yang melingkar di jarinya. Semuanya sama: antri menunggu bantuan.

Ada orang yang kelabakan saat mengatur barisan. Bukan karena sulitnya orang untuk dilatih berbaris. Tapi ia takut jatahnya habis oleh mereka yang baris. Semakin banyak yang baris, jatah yang akan ia dapat berkurang. Padahal, ia sudah mengurangi jumlah kupon yang dibagikan. 

Ada orang yang salah menuduh. Niatnya menjatuhkan si A, malah orang lain yang terjatuhkan. Parahnya lagi, ia sendiri harus ikut jatuh. Akibat perangkap yang ia buat sendiri. 

Di lain sisi, ada orang yang teriak-teriak menuntut hak. Lupa akan kewajiban. Saat hak yang sama diajukan kepadanya, ia mangkir. Diam, tak mau bersuara. Seperti komunitas yang berisi cerdik cendekia di bidang sastra. Yang menyelimuti kejahatan pelaku. Mungkin, karena sudah terlalu lama di pinggir. Sampai lupa untuk ke tengah. Bahkan kedepan, atau kebelakang. 

Lain halnya dengan parasit dalam hubungan. Entah itu lajang maupun sudah menikah. Entah heterogenen maupun homogen. Semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu. Wajar apabila pemahaman seseorang berubah. Seperti pikiran seseorang yang berubah saat bocah dan sudah dewasa. Telanjang bermain di luar rumah saat bocah. Dan telanjang hanya saat di kamar mandi maupun di atas kasur.




8 Agustus 2020

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali