Berjaya di Tanah Legenda

Slogan itu terpampang jelas di sebuah tas. Yang aku dapat di sebuah acara kepemiluan. Sebagai hadiah setelah membuat kiriman di media sosial. Semacam reportase tertulis.

Malam ini aku melihatnya kembali. Di kamar, tergantung dengan paku sebagai penyangganya.

Ornamen biru, merah, putih, hijau, kuning dan hitam. Menjadi sedikit warna yang menghiasa tas itu. Tas yang secara produksi massal mungkin tidak lebih dari 20 ribu rupiah biayanya. Tapi bisa mencapai 100 ribu rupiah dalam pemganggarannya.

Ada bercak putih bekas terkena tembok. Yang catnya mulai meluruh. Berkas yang tak kunjung usai. Seketika aku teringat lirik lagu yamg dinyanyikan oleh grup musik Padi. Di kalimat sebelum kalimat sebelumnya.

Aku terus menulis, sampai papan ketik di ponsel sedikit bermasalah beberapa saat. Sebelum akhirnya paragraf ini berhasil di ketik. 

Kaki kanan ku membantuk sudut. Kukira 60 derajat. Bergoyang ke kanan dan ke kirj. Berhenti sebentar sebelum akhirnya kembali berlanjut.

Aku tak tahu apa yang menjadi kenangan. Yang membekas di setiap pengalaman. Aku pun ragu apakah kenangan itu memang benarhbenar ada. Atau itu hanya sekedar ilusi yang dimainkan oleh setiap ombak yang berguling di muka pantai.

Pikiranku terus berlanjut, terhadap Tanah Legenda yang kembali berjaya. Berjaya dalam hal apa kira-kira, aku berpikir. Dan tanah yang mana yang disebut Tanah Legenda. Sebab, kukira saat tanah dengan mudah bisa diambil alih institusi militer maupun korporasi. Atau kolaborasi di antara keduanya. Bisa saja seperti itu.

Air terus berhanyut kesana kemari. Tentang prilaki yang tak kunjung usai kembali. Ya, beginilah saat dini hari masih terjaga. Setidaknya, apa yang aku lakukan menjaga ritme kewarasan dalam hidup. Selain membaca tentunya.

Terima kasih, karena ini hal biasa-biasa saja. Biarkan waktu Anda terbuang beberapa saat. Sebelum di ganti di lain waktu.




3 September 2020

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali