Masyumi : Pembaruan Islam dan Pergolakan Politik

Sumber gambar : islamoderat.com
Pembaharuan pemikiran-pemikiran Islam tidak terlepas dari peran angkatan Muda Muslim yang secara historis lahir dari keluarga-keluarga Masyumi. Pemikiran di kalangan keluarga Masyumi tidak terlepas dari adanya SICS (Studenten Islam Studies Club) yang merupakan anak organisasi dari JIB (Jong Islamieten Bond) yang mana kelak melahirkan banyak kelompok intelektual Masyumi.

Masyumi sendiri merupakan singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Pada awalnya, Masyumi berdiri sebagai organisasi Islam pada tahun 1943 tepatnya  tanggal 24 oktober yang merupakan pengganti dari MIAI (Madjlisul Islamil A’laa Indonesia). Setelah proklamasi kemerdekaan Masyumi pun beranjak yang awalnya hanya sebuah organisasi menjadi sebuah partai politik.

Kiprah Masyumi dalam Dunia Politik
Dalam waktu yang relatif singkat, Masyumi menjadi primadona bagi masyarakat, khususnya masyarakat Islam yang memang merupakan kelompok mayoritas di Indonesia. Pada pemilu pertama tahun 1955, Masyumi menempati posisi kedua dibawah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan raihan suara sebesar 7.903.886 suara atau sekitar 20,9% dalam pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat dan memperoleh 7.789.619 suara atau 20,59% dalam pemilihan Konsituante.

Walaupun Masyumi pada awalnya berkembang di Jawa. Tetapi, di bagian Indonesia lainnya, seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan yang termasuk dalam daerah-daerah modernis Islam Masyumi menjadi partai yang populer. Di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, Masyumi memperoleh jumlah suara yang signifikan. 42,8% di Sumatera, 33,9% di Sulawesi, dan 32% di Kalimantan. Walapun begitu sampai akhir dari eksistensi Masyumi sendiri, belum bisa menggusur Partai Nasional Indonesia dari puncak kekuasaan dengan soekarno-nya.

Pembaharu Islam di Tubuh Masyumi
Sebagaimana diungkapkan dimuka bahwa dari Masyumi inilah lahir para pemikir-pemikir modernis Islam yang memandang Islam secara lebih terbuka. Bahkan bukan saja berkontribusi dalam pembaharuan pemikiran Islam, para tokoh Masyumi pun beranjak menjadi tokoh penting Bangsa Indonesia kala itu. Sebut saja Muhammad Natsir dan Burhanuddin Harahap keduanya berada dalam pucuk pimpinan pemerintahan sebagai perdana menteri.

Muhammad Natsir merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam di kalangan Masyumi. Pemikiran-pemikiran akan konsep-konsep keislaman nya mulai berkembang. Walaupun pada perjalanannya, banyak menghadapi komentar dari para pemuda kala itu, seperti kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam dibawah Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Ahmad Wahib dan Djohan Effendi yang mencoba menentang pemikiran-pemikiran Natsir tersebut.

Sebelum itu pun, Natsir pernah berselisih pemahaman dengan Deliar-Noer yang merupakan sekretaris dari PP Masyumi dan merupakan orang dekat Natsir. Deliar Noer terlibat dalam pertentangan dengan Natsir ketika ia bersama Bung Hatta mencoba mendirikan Partai Demokrasi Islam tahun 1966 dengan cita-cita dan program yang jauh berbeda dengan Masyumi.

Selain Natsir, banyak tokoh-tokoh lain di tubuh Masyumi, yang keberadaanya banyak berkontribusi bagi Islam maupun bangsa Indonesia, Seperti Kasman Singodimedjo, Mohammad Roem, Jusuf Wibisono, HAMKA, Syafrudin Prawiranegara yang merupakan Ketua dari PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia),  dan banyak tokoh lainnya yang lahir.

Kemunduran dan Upaya Membangkitkan Kembali
Namun, dibalik suksesnya Masyumi dalam melahirkan tokoh-tokoh intelektual, tidak sejalan dengan eksistensinya sebagai sebuah organisasi partai politik. Tahun 1958, saat isu-isu pemberontakan yang terjadi di Sumatera Barat, nama Masyumi terseret dalam pusaran intrik politik tersebut. PRRI (Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia) merupakan suatu pemberontakan yang di klaim oleh pemerintah Soekarno kala itu adalah pemberontakan yang didalangi oleh Masyumi.

Dari kejadian tersebut, semakin hari sinar Masyumi kian redup dan puncaknya adalah ketika tanggal 13  September 1960, Masyumi dilarang melakukan kegiatan apapun bersamaan dengan PSI (Partai Sosialis Indonesia). Persis sejak itulah salah satu wadah dalam pembaharuan pemikiran Islam berkurang.

Setelah kejadian pelarangan tersebut para anggota dang pengikut Masyumi tidak diam begitu saja. Mereka mendirikan Keluarga Bulan Bintang untuk mengkampanyekan hukum syariah dan ajarannya. Upaya membangkitkan partai inipun sempat dilakukan pada zaman Orde baru dibawah kekuasaan Soeharto, namun karena kekuatan yang besar yang dimiliki Soeharto, upaya tersebut gagal.

Sekali lagi, para pengikut  Masyumi mencoba untuk membangkitkannya, kali ini dengan membentuk Partai Bulan Bintang dan sempat mengikuti pemilu tahun 1999 dan 2004. Namun, karena sudah lekang oleh waktu, dan eksistensinya di mata masyarakat Indonesia sudah hilang, maka Partai Bulan Bintang belum bisa mengembalikan eksistensi Masyumi seperti sedia kala.

Comments

Popular posts from this blog

Air Susah di 'Tanah Air' Indonesia

Pencemaran Nama Dalam Jaringan

Memulai Kembali