Masa Depan Hilang?
Aku ingat bagaimana seorang teman bercerita tentang keraguannya menatap masa depan. Dalam pandangannya, masa depan terhalang oleh suatu tembok tinggi, lebar dan besar. Ia tidak bisa melangkah maju ke depan. Yang ia bisa lakukan hanya berada di titik tersebut atau kembali ke belakang. Ia tidak sendiri menatap tembok tersebut. Disampingnya berjejer orang-orang yang –menurutnya- memiliki perasaan yang sama, ragu atas masa depannya. Wajah mereka terlihat murung. Tidak ada garis senyum di wajahnya, barang sedetik pun. Tatapannya kosong, memandang tembok di depannya. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Mungkin cara-cara memanjat tembok atau bisa jadi cara-cara meruntuhkannya. Sebab, pikiran itu pernah ada di otaknya. Ceritanya sudah lama aku dengar. Dulu saat aku berjumpa dengannya dia terlihat seperti orang-orang yang berjejer bersamanya. Murung, kosong, seolah tanpa ada harapan. Aku tidak banyak bicara. Kukira ini waktunya untuk menjadi pendengar yang baik dan saksama. Kini aku bel...